Aborsi dalam Analisa Fiqih Islam
I. DEfINISI ABORSI
Secara bahasa adalah pengguguran kandungan (janin )
ia bersal dari kata جهض –جهضا artinya menghilangan.
Maka أجهضت الحامل antrinya membuang anak sebelum sempurna dan disebut dengan menggugurkan janin
Ibnu Faris berkata : ia adalah menghilangkan sesuatu dari temapatnya dalam waktu yang relatif singkat. Sehingga dikatakan أحهضنا فلانا عن شيء, yaitu kami menjauhkan seseorang darinya dan kami membinasakan (mengalahkan) nya. أجهضن الناقه adalah mengeluarkan anak unta dan ia tergugurkan.
Lembaga penelitian bahasa menghususkan bahwa ijhadh dengan cara mengeluarkan janin dari rahim sebelum bulan yang keempat (dari kehamilan) dan sesudahnya, yaitu antara bulan keempat dan dan ketujuh denagan sebutan isqat ( menggugurkan).
Maka sebenarnya antara ijhad dan isqat adalah satu makna hanya saja lafad ijhad banyak dipakai untuk unta dan isqat kebnyakan digunakan untuk manusia. Oleh karena itu dapat disimpulakan bahwa ijhad dan isqat menurut ahli bahasa adalah menggugurkan anak sebelum sempurna penciptaanya atau sebelum sempurna masa kehamilan. Baik sebelum ditiupkan ruh atau setelah ditiupkan ruh, baik janin tersebut laki-laki maupun perempuan.
Secara istialah :
a. menurut istialah kedokteran
Aborsi adalah megeluarkan isi rahim sebelum mencapai 28 minggu, yang menjadikanya tidak dapat hidup. Maka bila lahir setelah waktu tersebut tidak dinamakan sebagai aborsi menurut kedokteran, tetapi ia dinamakan dengan kelahiran sebelum waktunya.
b. menurut istilah undang-undang
Aborsi adalah mengeluarkan janin dengan unsur kesengajaan sebelum waktu tabiat kelahiran, dan dilakukan dengan segala segala cara yang tidak dihalalkan oleh undang-undang. Maka ditegakan padanya hukum bila teredapat tiga rukun; adanaya kehamilan, adanya praktek-praktek yang mengacu kepada tindakan aborsi dan adanya maksud perbuatan kriminal.
c. menurut istilah ulama syar'i
mereka mengistilahkan aborsi sebagaimana yang di istilahkan ahli bahasa, hanya saja kalangan syafi'iyah, jumhur dan hanafiyah memasukan aborsi dalam bab jinayat (pidana ).
II. SEJARAH ABORSI
Pada Akhir abad ke 18 M, berkembanglah di Eropa sebuah pemkiran yang dipelopori oleh pendeta bernama malicus , ia menulis sebuah makalah berjudul " populasi penduduk dan dampaknya dalam masadepan bangsa " th 1213 H / 1798M. ia berpendapat bahwa pertambahan populasi penduduk yang begitu pesat dari 2,4,8,16,36. sedangkan data devisa negara hanya dapat mencukupi antara 3,4,5,6,7,8. oleh karenanya negara terancam kelaparan bila hal iini terus di lestrikan, maka ia mengajak kepada pembatasan keturunan dengan jalan memakai gaya hidup rahib ( tidak menikah ), atau mengahirkan proses perkawinan sampai populasi penduduk tidak bertambah pesat .
Teori malicus ini di ikuti oleh masa berikutnya akan tetapi dengan menggunakan alat-alat pembatasan keturunan. Gerakan ini terus berkemabang di Amerika dan sambutan hangat dari kalangan penduduk dan negara, sehingga hal ini menjadi tradisi umum sampai terjadi perang dunia pertama th 1914 -19118 H. lalu berubahlah persepsi masyarakat disebabkan masuknya wanita ke lapangan-lapangan kerja dan buruh, berangkat dari sinilah berkembang beraneka ragam pencegah kehamilan.
Dalam agama yahudi mereka mangharamkan Aborsi, mereka menetapkan sangsi yang amat berat bagi suami yang melakukan aborsi dengan unsur kesengajaan. Akan tetapi hukuman tersebut tidak sampai pada hukuman mati.
Dalam agama nasrani mereka mengharamkan Aborsi secara mutlaq dan memberikan sangsi yang sangat berat bagi orang yang melakukanya, dan menganggap Aborsi sebagai bentuk pembunuhan.
Adapun bangsa arab maka merekalah yang paling banyak melakukukan aborsi, sehingga sebagiana kabilah mereka membunuh anak mereka karena takut miskin. Lalu tinggalah para wanita yang mereka biarkan hidup dalam keadaan terabaiakan atau kemiskinan. Hal ini disebutkan dalam surat An nakhl : 59.
"Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah ia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkanya kedalam tanah (hidup-hidup )? Ketahuilah alangkah buruk apa yang mereka tetapkan itu. "
Sedangkan menurut tabib muslim kuno mereka telah melakukan aborsi dalam bentuk menggugurkan kandungan, akan tetapi berbeda dengan umumnya. Mereka menempuh jalan aborsi bila didapatkan sebab yang sesuai dengan medis yang ada pada waktu itu. Seperti disebutkan dalam kitab Al Haawi karya Ar Razi; diwajibkanya memakai obat-obat yang berfungsi untuk menggugurkan kandungan sebelum masa kelahiran, hal itu dilakukan ketika seorang gadis yang terlalu dini melakukan hubungan sehingga ia sudah hamil padahal ia masih kecil.( belum dewasa ) karna akan membahayakan keselamatanya.
Ibnu sina dalam kitab Al Qanun : terkadang pada kondisi tertentu dibutuhkan untuk melakukan aborsi diantaranya ketika wanita yang hamil masih terlalu belia sehingga ditakutkan akan membahayakan apabila ia melahirkan. Juga ketika terdapat penyakit dalam rahim seperti penyakit kangker rahim sehingga menyusahkan keluarnya jabang bayi.
Aborsi dalam pada realita masakini.
Dalam sejarah perundang-undangan kuno mereka semua mengharamkan Aborsi kecuali bangsa yunani. Undang-undang persi kuno contohnya, sampai abad ke 18 M mereka menjadikan hukuman bagi orang yang melakukan aborsi dengan mengasingkanya, tidak ada perbedaan baik ia melakukanya sebelum peniupan ruh ataukah setelahnya, kemudian 1791 M. undang-undang ini direfisi dan ditetapkanalah hukuman untuk orang yang melakukanya dengan pidana kurungan selama 20 th. Kemudian dipebolehkan bagi seorang wanita untuk melakukan pada bayinya, baru setelah itu diperboloehkan secara mutlak bila dilakukan pada sepuluh minggu pertama (masa kehamilan ).
Negara yang pertama kali membolehkan aborsi adalah Unisoviet
III. HUKUM ABORSI
Bagian pertama : masalah pengguguran janin sebelum perniupan ruh .
Para fuqaha sepakat atas haramnya pengguguran janin setelah janin berumur empat bulan di dalam perut ibunya. Karena pada usia itu telah ditiupkan roh kepadanya.
Rasulullah saw bersabda :
" Kejadian seseorang itu dikumpulkan pada perut ibunya selama empat puluh hari. Setelah genap empat puluh hari kedua, terbentuklah segumpal darah beku. Maka genaplah empat puluh hari ketiga, berubahlah menjadi segumpal daging. Kemudian Allah swt mengutus seorang malaikat untuk meniupkan roh serta memerintahkan supaya menulis empat perkara, yaitu ditentukan rizki, waktu kematia, amal serta nasibnya, baik mendapat kecelakaan atau kebahagiaan."
Seorang janin jika telah ditupkan ruh kepadanya akan menjadi manusia dan manusia tidak boleh dibunuh dengan sebab syari', padahal tidak ada sebab syar'I yang memperbolehkan untuk membunuh janin, sehingga tidak ada pula sebab-sebab syar'I yang memperbolehkan pengguguran frase ini.
Ibnu Najib Al hanafi mengatakan, " Seorang wanita hamil yang terancam bahaya karena anak yang berada di dalam perutnya, anak tidak boleh digugurkan, karena menghidupkan seorang jiwa dengan membunuh jiwa lain tidak di perkenankan di dalam syariat. Kecuali jika anak yang di dalam kandungan telah mati, maka diperbolehkan untuk menggugurkanya. "
Ibnu Abidin mengomentari mengomentari perkataan Ibnu Njim," Tidak boleh digugurkan, karena kematian ibu yang masih diragukan, maka tidak boleh membunuh manusia yang hidup karena perkara yang meragukan.
Allah berfirman
ولا تقتلوا النفس التي حرم الله إلا بالحق. (الاسراء : 33 )
" Dan janganlah kamu membunuh jiwa yanga diharamkan Allah (membunuhnya, melainkan dengan suatu(alasan) yang benar." (Al Isra: 33)
para fuqaha tidak berselisih pendapat dalam masalah ini. Dan menurut jumhur ulama, bahwa membunuh karena terpaksa harus diqisas. Mereka juga sepakat, tidak halal bagi orang yang terpaksa untuk untuk membunuh orang lain demi menyelamatkan dirinya dari kematian. Mereka mencontohkan, bahwa jika sebuah perahu akan tenggelam, sedangkan keselamatan kapal itu bisa terjadi jika sebagian penumpangnya dilemparkan kelau. Maka tidak boleh melemparkan sebagian dari pernumpang itu untuk meyelamatkan penumpang lainya, sebanyak apapu jumlah penumpangnya.
Namun demikin, panitia penelitian ilmiyah dalam perspektif fikih yang dibentuk oleh kementrian wakaf kuwait memperbolehkan menggugurkan janin-walaupun telah ditiupkan ruh kepadanya-jika itu merupakan jalan satu-satunya untuk menyelamatkan ibunya dari kematian. Karena menjaga kehidupan ibunya-jika keberadaan janin didalam perutnya -membahayakanya- lebih diutamakan, karena kehidupan lebih dulu ada dan sesudah secara meyakinkan.
Sebenarnya, menentang pendapat para fuqaha klasik dalam masalah ini bukan urusan gampang, karena merekan bersandar kepada kaidah syariat yang kuat dan tidak ada pengecualian sama sekali di dalamnya, yaitu bahwa janin setelah peniupan roh menjadi jiwa yang terhormat di mata syari'at, sehingga tidak termasuk di dalam yang di maksud oleh firman Allah :
" Dan janganlah kamu membunuh jiwa yanga diharamkan Allah (membunuhnya, melainkan dengan suatu(alasan) yang benar." (Al Isra: 33)
Kebenaran yang dijelaskan oleh Rasulullah saw adalah bahwa jiwa tidak bisa di bunuh tanpa hak kecuali jika terbunuh karena hukum qishsah, pezina muhsan, dan murtad dari islam. Semua ini tidak akan terjadi pada janin sama sekali.
Adapun alasan yang dijadikan sandaran oleh panitia ilmiah diatas adalah, bahwa kehidupan sang ibu sudah jelas adanya secara meyakinka. Namun alasan itu bisa di bantah, jik maksudnya adalah hidupnya sang ibu sang ibu ketika melahirkan.
Kesimpulanya:
Pertama : tidak diwajibikan qishas bagi asal (ibu) bila membunuh cabang (janin), walapun disengaja dan direncanakan. Diantara alasan yang mereka kemukakan untuk menetapkan hukum itu adalah karena asal telah di jadikan Allah sebagai sebab terwujudnya cabang, maka tidak layak jika cabang menjadi sebab kematian cabangnya.
Kedua : sebagian fuqaha sepakat bahwa pembunuh janin tidak di qishas walaupun sengaja, walaupun janinya lahir dalam keadaan mati, dan walapun pekerjaan itu haram hukumnya.
Dari kedua jelaslah bahwa kehormatan ibu itu lebih tinggi daripada kehormatan janin jika keduanya bertemu. Maka tidak ada jalan lain kecuali harus mengorbankan salah satu jiwa untuk menyelamatkan jiwa yang lain.
Dari segi lain pendapat fuqaha Hanafi tentang janin, bahwa janin yang masih berada didalam kandungan tidak sama dengan bayi yang sudah di lahirkan dalam beberapa segi. Sehingga disatu sisi mereka menganggap janin itu mempunyai jiwa, namun disisi lain mereka tidak menyebutnya demikian. Mereka menyebutnya jiwa karena karena telah ditiupkan roh kepadanya, namun tidak menyebunya sebagai jiwa kerena dia adalah bagian dari ibunya. Merekan beralasan bahwa selama janin masih berada di dalam perut ibunya, ia tidak mempunyai tanggung jawab penuh dan dianggap tidak memiliki hak apa-apa, karena posisinya masih sama dengan anggota badan ibunya. Akan tetapi jik ia sudah hidup sendiri, maka dia bisa disebut jiwa. Dengan sebutan ini maka dia baru mempunyai hak yang berupa warisan, nasab, wasiat dan sebagainya. Diantara mereka ada yang menamakan jiwa yang telah dilahirkan itu dengan jiwa yang mempunyai hak.
Bagian kedua : hukum pengguguran janin sebelum peniupan roh.
Dalam masalah ini ulama berselisih pendapat karena tidak adanya batasan dan dalil –dalil syar'I yang menjelasakan hal ini.
MADZHAB HANAFI
1. Fuqaha hanafi memperbolehkan pengguguran janin sebelum meniupkan roh jika mendapat izin dari pemilik roh, yang dalam hal ini adalah kedua orang tuanya.
Ibnu Al hammam berkata, " Diperbolehkan menggugurkan janin setelah kehamilan selama belum terbentuk apapun pada janin. " kemudian ditempat lain beliau mengatakan " Hal itu tidak terjadi kecuali setelah janin berusia seeratus dupuluh hari, karena pada saat itu penciptaan sudah sempurna dan siap ditiupkan roh . dengan demikian, berarti pendapat mereka salah. Karena penciptaan benar-benar terjadi dan dapat disksikan dengan indera sebelum frase ini."
Ibnu Abidin menyatakan bahwa fuqaha madzhab ini berkata, " Diperbolehkan menggugurkan kandungan selama janin masih dalam bentuk segumpal daging atau segumpal darah dan belum terbentuk anggota badanya. Mereka menetapkan bahwa waktu terbentuknya janin adalah setelah janin berusia seratus duapuluh hari. Mereka meperbolehkannya sebelum waktu itu,karena janin itu belum menjadi manusia. kemudian ibnu Abidin mengatakan, " tetapi pendapat ini dipermasalahkan didalam kitab Al bahr, bahwa pembentukan janin telah terjadi sebelum frase itu dan dapat disaksikan dengan jelas serta selaras dengan beberapa riwayat yang shahih," jika janin telah melalui dua empat puluh hari ( 80 hari ) maka Allah menciptakan pendengaran,penglihatan dan kulitnya, " dan ini juga sesuai dengan apa yang ditemukan oleh dokter.
2. Ibu Abidin menukil dari beberapa kitab fiqih dalam madzhab hanafi, bahwa mereka mengharamkan pengguguran kandungan sebeluk peniupan roh, karena janin pad masa ini merupakan bakal manusia yang menatinya akan menjadi manusia dengan kehendak Allah. Saya tidak mengatakan ibu yang mengugurkan janin sebelum peniupan roh tidak berdosa, tetapi dosa yang diterimanya tidak sebesar dosa bila mengugurkan setelah peniupan roh kepanya." Namun demikian kelompok ini memperbolehkan penguguran kandungan dengan alasan yang diterima. Diantara udzur yang diterima adlah terputusnya susu ibu setelah muncul kehamilan, dan kedua orang tua bayi itu mampu manyusukan kepada orang lain sehingga takut anaknya mati.
3. Sebagian ulama madzhab Hanafi berpendapat bahwa mengugurkan kandungan sebelum peniupan roh hukumnya boleh tapi makruh. Karena setelah zigot menempel pada dinding uterus (rahim), dia akan hidup.
MENURUT MADZHAB MALIKI
Para ulama madzhab maliki mereka berselisih pendapat tentang hukum pengugguran sebelum peniupan roh.
1. Jumhur ulama mereka mengharamkan pengugguran kandungan setelah air mani berada di dalam rahim. Syaikh Ahmad Ad dardir berkata," Tidak boleh mengeluarkan mani yang telah tertanam di dalam rahim walaupun sebelum berusia empat puluh hari.
Syaikh Alaisy berkata : " Jika rahim telah menaangkap air mani, maka tidak boleh bagi suami-istri ataupun salah satu dari mereka untuk menggugurkan janinya, baik sebelum penciptaan maupun sesudah penciptaan. Dunukil dari Ibnul Arabi : seorang anak memiliki tiga keadaan :
a. keadaan sebelum percampuran antara sperma dan ovum yang digugurkan dengan melepaskanya dilura rahim ketika seperma keluar, dan ini hukumnya boleh.
b. Keadaan setelah rahim menangkap seperma, maka pada saat itu, tidak boleh seorangpun untuk menggugurkanya. Seperti yang dilakukan oleh pedangang murahan yang menjual ramuan-ramuan tertentu yang diminum, zigot itu akan kelaur dari rahim, sehingga gugurlah kandunganya.
c. Keadaan setelah janin mencapai kesempurnaan bentuk sebelum peniupan roh, maka ini lebih tidak diperbolehkan untuk digugurkan. Adapun setelah peniupan roh, maka tidak diperselisihkan lagi, ini termasuk pembunuhan.
Ibnul jauzi mengatakan, " Jika mani telah berada di dalam rahim, maka tidak diperbolehkan mengeluarkan, dan lebih tidak lebih lagi jika janin telah terbentuk, dan lebih tidak diperbolehkan lagi jik sudah ditiupkan ruh kepadanya. Imam malik berkata, "setiap Mudhgah atau 'Alaqah yang digugurkan dan diketahui bahwa ia bakal menjadi anak, maka pelakunya harus mangganti dengan budak. ' Sedangkan Imam syafii mengatakan " tidak diwajibkan mengganti apa-apa hingga janin itu mempunyai bentuk, dan yang paling benar adalah diwajibkan mengganti dengn budak bila menggugurkan janin yang telah ditiupkan roh kepadanya.
2. sebagian fuqha malikiyah memakruhkan pengguguran janin setelah janin terbentuk di dalam rahim sebelum berusia empat puluh hari dan mengharamkanya sesudah itu.
3. Al lakhami salah seorang ulama malikiyah berperndapat, bahwa boleh dan tidak mengganti haru mengganti apa-apa.
4. seabagian fuqaha malikiyah berpendapat, diberi keringanan untuk mengugurkan kandungan sebelum peniupan roh, jika janin itu hasil dari perbuatan zina dan kehususnya jika wanita itu takut akan di bunuh jika ketahuan bahwa dirinya hamil.
Kesimpulan dari ualama madzhab maliki adalah mereka sepakat mengharmkan pengguguran kandungan jika janin telah berusia empat puluh hari. Sedangkan sebelum berumur empat puluh hari mayoritas ulama mereka memperbolehkan, ada sebagian yang memakruhkan, Al lakhami memperbolehkan. Dan sebagian yang lain memberikan rukhsah jika dilakukan sebelum peniupan roh jika janin itu merupakan hasil dar hubungan zina.
MADZHAB SYAFI'I
Para madzhab syafii berberda pendapat mengenai menggugurkan janin sebelum peniupan roh :
1. pendapat pertama: -yang paling dipegangi oleh madzhab ini- bahwa mengugurkan kandungan selama janin berlum ditiupkan roh kepadanya adalah boleh.
2. Ar Ramli sampai pada suatu kesimpulan yang akhirnya menjadi pengangan madzhab ini yaitu memakruhkan pengguguran janin sebelum peniupan roh samapai waktu yang mendekati waktu peniupan roh dan mengharamkanya setelam memasuki waktu yang mendekati peniupan roh. Karena sulitnya mengetahui secara pasti waktu peniupan roh tersebut, maka diharmkan mengugurkanya sebelum mendekati waktu peniupan roh untuk berjaga-jaga, seperti ketika peniupan roh atau sesudahnya.
3. Imam Al Ghazali mengharamkan pengguguran janin pada semua fase perkembangan kehamilan dan dengan terus terang ia mengantakan bahwa janin dengan segala fase perkembangan umurnya sebelum peniupan roh haram hummnya.
MADZHAB HAMBALI
1. pendapat mereka secara umum dalam madzhab, memperbolehkan pengguguran kandungan pada frase perkembangan pertama sejak terbentuknya janin yaitu frase zighot, yang usianya maksimal empat puluh hari, dan setelah empat puluh hari tidak boleh di gugurkan.
Sebagian keompok dari ulama mereka mengatakan bahwa boleh meminum obat untuk menggugurkan zigot. . Ibnu Rajab Al hanbali berkata, " sahabat-sahabat kami mengatakan : bahwa jika janin telah menjadi sefumpal darah tidak diperkenankan bagi wanita untuk menggugurkanya, karena ia sudah menjadi anak, lain halnya dengan zigot, karena ia belum menjadi anak.
2. Ibnul Juazi berpendapat mengharamkan pengguguran kandungan sebelum peniupan ruh disemua frase perkembangan janin. Demikianlah yang dinukil Al mawardi darinya.
3. sebagian ulama madzhab hanbali memperbolehkan mengugurkan kandungan sebelum peniupan roh secara mutlak tanpa mensyaratkan farase-frase tertentu.
Maka pendapat yang paling rajih dalam analisa fiqih islam adalah pendapat jumhur hanafiyah dan yang sesuai dengan madzhab hanafiyah bahwa awal kehidupan seorang anak adama adalah setelah peniupan ruh, maka barang siapa yang melakukan pembunuhan terhadap janin setepah peniupan ruh maka ia telah membunuh cikal bakal manusia. baik ia masih dalam frase nutfah (coitus ), alaqah atau mudhah. Bila dalam keadaan darurat yang hanya dapat dilaksanakan hanya dengan cara mengugurkan janin, dan tidak cukup ini dilaksanakan hanya karena udzur, sedangkan syarat udzur tersebut adalah :
1. bahaya tersebut benar-benar terjadi bukan dalam masa penantian.
2. Diklasifikasi terlebih dahulu mana bahaya yang menyelisihi perintah atau larangan syar'i.
3. Membatasi dalam hal yang diperbolehkan dilakukan dengan menentukan batas maksimal untuk menghilangkan adanya bahaya.
4. Hendaknya bahaya tersebut berkaitan dengan masalah kehamilan yang tidak bisa dihilangkan kecuali dengan menggugurkan kandungan.
Aborsi untuk membatasi keturunan.
Lembaga penelitian islam dikairo telah menetpkan " sesungguhnya melakukan aborsi dengan tujuan untuk membatasi keturunan atau menggunakan wasilah yang menghalangi kesuburan merupakan sesuatau yang tidak diperbolehkan menurut syar'I bagi suami istri atau selainya.
Aborsi untuk menutupi tindakan keji.
Islam sangat menjaga hak janin secara mutlak, baik janin tersebut dihasilakan dari pernikahan atau dari hasil diluar nikah. Oleh karena itu tidak dipebolehkan melakukan aborsi untuk menutupi tindakan keji yang pernah ia lakukan. Hal ini berdasarkan dalil
a. Rasulullah bersabda kepada wanita ghamidiyah yang berzina " pergilah samapai engkau melahirkan.” Hal ini menunjukan bahwa menggugurkan janin dari hasil diluar nikah tidak diperbolehkan.
b. Ulama sepakat bahwa tidak diperbolehkan menggugurkan kandungan sampai ia melahirkan, baik dari hasil perbuatan zina ataupun selainya. Hal ini menunujukan bahwa janin sangat dilindugi oleh islam.
c. Fuqaha menetapkan Ar ruhkhsah la tunatu bil maasyi , Rukhasah tidak bisa digunakan dalam hal kemaksiatan. Imam Al qurafi mengatakan bahwa " kemaksiatan tidak bisa dijadiakan sebab adanya rukhasah. Oleh karenanya seorang musafir dalam rangkan maksiat tidak boleh mengqasar.
d. Janin dari hasil perbuatan keji setatusnya hialang dari kekuasaan orang tuanya, karna bapak dari menurut syar'I hanya bisa dinisbahkan kepadanya kecuali dengan adanay pernikahan resmi, sehingga wali dari anak tersebut adalah penguasa.
Hukum mengugurkan janin hasil dari pemerkosaan adalah sama hukumnya dengan menggugurkan janin dari hasil pernikahan resmi. Akan tetapi sebagian ulama muasirin memeperbolehkan menggugurkan janin yang dihasilakan dari proses pemerkosaan pada hari-hari pertama. Mereka menganggap ghasab (pemerkosaan) adalah sebab yang memperbolehkan melakukan aborsi dan sekaligus bahaya yang menuntut untuk dilaksanakanay aborsi. Demikianlah yang dikemukanakan oleh syaikh yusuf qardawi, guru besar Al Azar syaikh Jadul Haq Ali Jadul Haq, Dr. Muhamad Sayi At tantawi. Terkecuali beliau memberikan batasan kebolehanya sampai akhir bulan pertama pada kehamilan.
Aborsi karna adanya firus atau penyakit
Aborsi karna adanya firus atau penyakit yang membahayakan kehidaupan ibu apabila bayi tersebut tetep ada atau maksimal akan menyebabkan kematia ibu setelah ia melahirkan.
Maka berdasarkan ketetapan lembaga penelitian fiqih di kuwait sesuai dengan ketetapan dari ilmu kedokteran, diperbolehkan. Karena kehidupan janin bersifat dzani sedangkan kehidupan ibu bersifat yakin.
Aborsi yang dilakukan wanita menyusui karena takut terhenti air susunya
Berdasarkan ilmu kedokteran bila wanita hamil menyusui akan terjadi kekurangan fitamin dan protein pada air susunya dan hal ini sangatlah berbahaya . oleh karenanya nabi melarang menyetubuhi istinya yang dalam keadaan hamil agar menjaga kelangsungan penyusuan yang dapat menjadi bahaya bagi anak yang disusuinya
لقد هممت أن أنهي عن الغيلة , فنظرت الي الروم وفارس فإذا هم يغيلون أولادهم من ذالك. ( رواه مسلم )
Ulama hanafiyah berpendapat bolehnya menggugurkan janin sebelum peniupan ruh agar tidak memutuskan air susu.
Pendapat ini diambil oleh syaikh abdul majid salim dan syaikh jadul haq.
Maka pendapat yang rajih adalah tidak diperbolehkan melakukan hal yang demikan karna tidak ada bahaya syar'I yang memperbolehkan melakukan aborsi, dan tidaklah terputusnya air susu menjadi sebab utama untuk melakukan aborsi.
IV. APAKAH JANIN ABORSI HARUS DI MANDIKAN
Jika janin telah ditiupkan ruh padanya
Ulama telah sepakat bahwa janin yang keluar dalam keadaan hidup setelah ditiupkan ruh kepadanya dengan di tandai adanya tanda-tanda kehidupan, lalu ia mati maka ia wajib untuk di shalati.
Imam Asy syaukani berkata, apabila (janin) terlahir dan ada tanda-tanda kehidupan seperti tangis atau gerak pada anggota tubuh atau selainya maka ia harus di mandikan menurut Ijma' (kesepakatan)
Imam Nawawi berkata, keguguran ada beberapa keadaan : salah satunya apabila ia terlahir (dengan adanya tanda kehidaupan.pent) maka wajib di dimandikan dan di shalati. Tanpa ada perselisihan diantara ulama kita.
Sedangkan Ibnu Qudamah berkata, apabila keluar dalam keadaan hidup dan terlahir maka ia di madikan dan di kafani tanpa adanya perselisihan.
حديث المغيرة بن شعبة رضي الله عنه أن النبي صلي الله عليه وسلم قال : الراكب خلف الجنازة. والمشي حيث شاء منها. والسقط لا يصلي عليه.
Hadist mughirah bin Syu'bah ra bahwa nabi saw bersabda ' pengendara keadaan di belakang jenazah dan perjalan kaki diamana saja ia kehendaki serta keguguran tidaklah di shalati.
Jika janin belum ditiupkan ruh kepadanya
Adapun apabila janin tersebut keluar dalam keadaan telah mati, maka ia tidak wajib di shalati, meskipun ia telah mencapai umur lebih dari empat bulan. Demikianlah pendapat Hanafiyah, Malikiyah, dan Qaul jadid Imam syafi'i.
Imam syafii menyebutkan dalam kitab Al Umm, janin yang keguguran di mandikan, dikafani dan di shalati jika ada tanda-tanda kehidupan, maka bila bayi yang keguguran itu telah meninggal maka tidak menshalatinya adalah lebih utama. Sedangkan dalam kitab Mughni Muhtajj disebutkan, "begitu pula jika telah sampai – umur empat bulan- dan telah terlihat penciptaanya maka tidak wajib untuk di shalati. Sedangkan menurut Ahli dhahir tidak boleh di shalati.
حديث جابر رضي الله عنه : " الطفل لا يصلي عليه .ولا يرث, ولا يورث. حتي يستهل صارحا
Hadist Jabir ra bahwa Rasulullah saw bersabda ' anak kecil tidaklah di shalati dan tidak dapat mewarisi serta mewarisi sampai ia (yastahil ) adanya tanda kehidupan.
endapat yang paling benar adalah pendapat jumhur.yaitu tidak di mandikan dan tidak dishalati. Karna bila janin belum mencapai empat bulan makan terus sampai kenyang, terus ndobol belum ditupkan ruh kepadanya dan ia tak ubahnya bak sepotong daging atau benda yang lain.
REFRENSI
1. W.j.s. Poerwandarminta, Kamus umum bahasa indonesia, Balai Pustakan, Jakarta, Edisi III cet I th 2003 M.
2. Dr. Ibrahim bin Muhamad Qasim bin Muhamd Rohim, Ahkamul ijhad fie fiqhi Al islami, Silsilah Isdarah Al hikmah, Britonia, cet I, th. 2002 M.
3. Dr. M.Nu'im Yasin, Fiqih kedokteran, Pustaka Al kautsar, jakarta , cet. I 2001 M.
4. Dr. Abdul Karim Zaidan, Al Mufashal fie Ahkamil Mar'ah, Muasasah Ar Risalah. Bairut .
5. Syaikh Jadul Haq Aly Jadul Haq, Qadhaya wa Fatawa Fiqhiyah fie Qadhaya Al muatsirah.
6. Majalah Syariah Dan Dirasah Al Islamiyah, edisi VI / Ramadlan 1409 H / April 1989 M.
1 komentar:
Obat Aborsi penggugur kandungan Aman
Obat Aborsi cytotec samarinda
Obat Aborsi penggugur kandungan jakarta selatan
Obat Aborsi cytotec
Obat Aborsi cytotec penggugur kandungan jakarta barat
Obat Aborsi penggugur kandungan Aman
Obat Aborsi penggugur kandungan Aman
penggugur kandungan malang
Posting Komentar