Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah
Profil yang ada dihadapan pembaca adalah seorang ulama yang mengamalkan ilmunya, imam yang selalu dekat pada Allah, Syeikhul Islam, panutan masanya, pembawa berkah zaman, pembawa kebaikan insan yang membersihkan manhaj ahlu sunnah dari debu syirik dan bid'ah. Ia adalah manusia yang mengorbankan nafas-nafas terindah dan waktu-waktu hidupnya untuk menolong kebenaran dan manusia yang benar, menyingkirkan kebathilan dan menyingkap kepalsuannya. Ia adalah Syeikhul Islam Taqiyuddin Abul Abbas Ahmad Ibnu Syihabuddin Abdul Halim Ibnu Mujjiddin Abu Barakat Abdul Salam Ibnu Abil Qasim al Khidhr bin Muhammad bin al Khidhr Ibnu Ali bin Taimiyah al Harrani. Taimiyah adalah nisbah pada ibu dari kakek yang bernama Muhammad, seorang ahli ma'idhah. Dari jalur inilah, keluarga beliau masyhur dengan sebutan Alu Taimiyah. Beliau dilahirkan pada hari senin tanggal 10 atau ada yang mengatakan 12 Rabi'ul Awwal tahun 661 H.
Dimensi kehidupan ilmiyah
Syeikhul Islam tumbuh dalam miliu yang sarat dengan nuansa keilmuan dan keagamaan. Hal itu terlihat pada backgraund keluarganya, pertama kakek beliau yang bernama Syeikh Mujiddin Abul Barakat adalah salah seorang kibarul ulama dari Madzhab Hanabalah dan ahli fiqih pada zamannya. Kedua paman beliau yang bernama Fakhruddin al Khathib, hal mana oleh beliau dikomentari " Fiqih baginya adalah lebih mudah sebagaimana besi itu mudah di tangan Dawud". Dalam komentar lain disebutkan " Dalam menyebutkan matan dan menghafal madzhab manusia, ia begitu mudah tanpa kesulitan sedikit pun". Ketiga ayahanda beliau, Syihabuddin Abdul Halim bin Abdul Salam adalah seorang ulama yang juga belajar kepada ayahnya, Mujiddin Abul Barakat. Pada masa kecilnya, ia melakukan rihlah ke Halb dan mendengar ilmu dari para Masyayikh.
Ad Dzahabi berkomentar:" Ibnu Taimiyah telah menguasai madzhab sehingga diizinkan untuk berfatwa dan menulis karya. Beliau menjadi Syeikh, Khatib dan hakim di negrinya setelah ayahnya. Beliau adalah seorang yang genius dalam mengambil sebuah faidah, menaruh interest yang besar pada ilmu serta menguasai hal-hal yang rumit.
Di samping berasal dari keluarga yang religius, kecerdasan dan perangkat seorang pewaris nabi sudah nampak sejak kecil. Al qur'an telah dihafal sejak usia dini. kemudian diteruskan dengan belajar kepada ayahandanya dan beberapa Masyayikh yang ada pada masanya. Beliau belajar hadist, sanad, kutubu sittah, mu'jam, tafsir, fiqih, ushul fiqih dan yang tidak lupa tentang bahasa. Pada usia 19 tahun, beliau sudah berfatwa dan menggantikan ayahnya mengajar di Darul Hadist As Sukariyah pada usia 22 tahun pasca wafatnya ayah beliau tahun 682 H. Ibnu Taimiyah menjadi dosen di sana sejak bulan Muharam tahun 683 H. Murid-murid yang mengikuti kuliah beliau tidak saja berasal dari para thalibul ilmu, namun kibarul ulama Damaskus juga hadir di sana. Ibnu Katsir berkata:" Turut hadir di tengah perkuliahan beliau penghulu qadhi Syeikh Taajuddin Al Ghazawi dari Madzhab Syafi'iyah, Syeikh Zainuddin ibnu Marhal dan Syeikh Zainuddin ibnu Manja al Hambali. Kuliah yang disampaikannya begitu bermakna sehingga Syeikh Taajuddin al Al Fazawi perlu menulis dengan khatnya karena saking banyak fawaid yang terkandung di dalamnya. Para hadirin begitu ta'ajub sekaligus bangga dengan beliau walau usianya masih relatif muda, yaitu 22 tahun". Bi'ah kondusif inilah yang mengantarkan Ibnu Taimiyah menjadi Syeikhul Islam.
Beberapa sifat yang dimiliki
Dari segi fisik, kulit beliau berwarna putih, rambut hitam menjuntai hingga telinga, jenggot sedikit beruban, kedua matanya seakan lisan yang dapat bicara, berperawakan besar, tingginya sedang, suaranya keras, fasih dan cepat dalam membaca dan temperamennya keras namun tunduk dengan kelembutan yang dimilikinya.
Dari segi akhlak, sifat pertama yang dimiliki adalah dermawan. Beliau tidak pernah menolak orang yang meminta bantuan kepadanya. Al Bazar berkata: aku mendengar guruku Syeikh Abu Muhammad bin Shalih Ahmad bin Sa'id berkata: Pada suatu hari aku duduk dalam majlis Ibnu Taimiyah. Tiba-tiba datang seseorang mengucapkan salam, ketika Ibnu Taimiyah melihat orang itu beliau melepas 'imamah/ tali kepala beliau dan diberikan kepada orang tersebut padahal ia tidak memintanya karena beliau tahu ia butuh. Lalu beliau potong imamah tersebut jadi dua, satu untuk beliau dan separuhnya diberikan kepada orang tersebut.
Sifat kedua yang dimiliki adalah keberanian. Hal itu terlihat di saat berperang melawan agresor Tatar. Beliau berdiri di depan para pemimpin dan orang dhalim lengkap dengan para pengawalnya guna menasehati mereka tanpa ada perasaan takut sedikit pun. Jika genderang perang sudah di tabuh, beliau membakar semangat kaum muslimin dan mengingatkan mereka akan datangnya kemenangan. Beliau laksana komandan pasukan padahal hanya salah seorang mujahid dari para mujahid lainnya. Ibnu Qayyim menyebutkan dalam Al Waabil Shayib:" Jika ketakutan datang menghantui sehingga bumi serasa sempit kami mendatanginya. Ketika kami mendengar perkataan beliau lenyap lah semua perasaan tersebut".
Sifat ketiga adalah zuhud dan tawadhu'. Di samping beliau dianugerahi ilmu yang luas, jiwa yang tegar serta kedudukan yang mulia namun semua hal tersebut tidak menghilangkan sifat tawadhu' yang dimilikinya. Beliau seorang yang tawadhu' dan qana'ah. Tidak pernah terdetik olehnya tendensi kedudukan. Dunia dalam pandangannya adalah sesuatu yang tidak seberapa nilainya. Beliau mencukupkan dirinya dari sesuatu yang dianggap mewah oleh manuisa. Sepotong roti yang dimakan di waktu pagi dan sore adalah cukup menurutnya. Al Bazar berkata:" Tidak pernah aku dengar dan lihat sifat tawadhu' yang dimiliki manusia pada masanya melebihi tawadhu' yang dimiliki olehnya. Tawadhu' nya meliputi kalangan tua atau muda, mulia atau hina, kaya ataupun miskin. Dalam bergaul dengan orang miskin, beliau memuliakannya, bersikap lembut dan sayang serta berbicara dengan pembicaraan yang hangat, terkadang membantunya dengan memenuhi hajat demi memenuhi panggilan nurani dan mengharap ridha ilahi.
Peran dalam kancah jihad
Al alusi berkata:" Adapun keberanian dan jihadnya, tidak ada penjelasan apapun yang dapat mencakupnya secara komprehensif. Dalam manaqib nya, al Hafidz Sirajuddin Abu Hafs menyebutkan bahwa beliau adalah manusia paling berani dan paling tegar dalam menghadapi musuh. Aku tidak melihat seseorang yang keberaniannya melebihi keberanian Ibnu Taimiyah dan semangat jihad melawan musuh melebihi semangatnya. Ia selalu berjihad di jalan Allah dengan hati, lisan dan tangannya serta tidak takut celaan orang yang mencela dalam membela agama Allah.
Tatkala Sultan Ibnu Ghazan berkuasa di Damaskus, Raja al Karaj datang kepadanya dengan membawa harta yang banyak agar Ibnu Ghazan memberikan kesempatan kepadanya untuk menyerang kaum muslimin Damaskus. Ketika berita ini sampai di telinga Ibnu Taimiyah, beliau langsung bertindak dengan menyulut api jihad untuk menentang rencana tersebut seraya menjanjikan kemenangan kepada kaum muslimin. Bangkitlah para pemuda, orang tua dan pembesar mereka menuju Sultan Ghazan. Tatkala Sultan Ghazan melihat Ibnu Taimiyah, Allah menjadikan hatinya takut sehingga ia meminta untuk mendekat dan duduk bersamanya. Kesempatan berharga ini dia gunakan untuk menolak rencana jahat tersebut. Beliau memberitahu sultan tentang kehormatan darah kaum muslimin dan menasehatinya. Dari situ selamat lah darah kaum muslimin, terjaga istri-istri mereka dan terpelihara budak-budak perempuan mereka.
Syeikh Kamaluddin al Anja berkata:" Aku hadir bersama Syeikh Ibnu Taimiyah. Ia berbicara kepada sultan dengan firman Allah dan sabda rasul Nya mengenai keadilan dan lainnya. Ia bersuara keras dalam berbicara mendekat kepadanya sampai lututnya hampir menempel lutut sultan. Syeikhul Islam berkata kepada penerjemah Ghazan:" Katakan kepada Ghazan, kamu mengatakan sebagai seorang muslim, bersama mu hakim, imam, syeikh dan para muadzin sebagaimana yang kami ketahui, akan tetapi kamu memerangi kami. Ayah dan kakek mu dulu adalah orang kafir namun tidak melakukan apa yang kamu lakukan. Keduanya membuat perjanjian dan menepati perjanjian itu. Sedangkan kamu membuat perjanjian namun kamu mengingkarinya. Kamu berkata namun tidak sesuai dengan fakta dan kamu telah berbuat dhalim". Kemudian beliau keluar dalam keadaan terhormat karena niat yang baik, yaitu demi terjaganya darah kaum muslimin.
Syeikhul Islam berkata:" Seseorang itu tidak akan takut kepada selain Allah kecuali jika di dalam hatinya ada penyakit. Ada seseorang mengadu kepada Imam Ahmad mengenai ketakutannya kepada penguasa. Maka dijawab:" Jika hatimu sehat maka kamu tidak akan takut selamanya".
Selain jihad di medan peperangan, beliau juga ikut andil dalam jihad melalui pena dan lisan. Dalam berkonfrontasi dengan musuh-musuh islam baik dari kalangan pemeluk agama, isme, aliran atau madzhab batil, seperti kalangan filosuf, kebathinan, Isma'iliyah, Nushairiyah, Shufiyah, Rafidhah, Atheis, Jahmiyah, Mu'tazilah, Asy'ariyah dan lainnya, beliau bersikap laksana gelombang bah yang dahsyat. Pada suatu waktu, beliau bermunadhrah dengan mereka dan di waktu lain beliau membantah mereka sehingga syubhat tersebut sirna. Konsekuensi sikap yang diambil, kehidupan beliau penuh dengan fitnah, baik itu diperangi, disakiti atau dipenjara.
Sosok beliau adalah sosok yang hidup dan menyatu dengan umat bukan hanya pandai berfatwa, menulis kitab atau memberikan kuliah pelajaran saja. Ilmu yang dimiliki diterjemahkan ke dalam kehidupan hariannya. Di antara realisasi itu adalah saat kaum muslimin dilanda ketakutan luar biasa disebabkan Tatar akan menginvasi Syam pada bulan Rajab tahun 702 H, beliau berusaha menguasai keadaan dengan menenangkan mereka, mengajak berjihad, memerintahkan bersabar dan memperbanyak bertadharu' dan taqarub kepada Allah agar menurunkan pertolongan Nya. Beliau menuju kepada para penguasa dengan terus mengobarkan gelora jihad melawan Tatar. Bahkan beliau bersumpah dihadapan manusia dan para penguasa bahwa mereka (kaum muslimin) lah yang akan menang. Di tengah usaha beliau tersebut, ada satu syubhat di kalangan kaum muslimin, yaitu atas dasar apa Tatar diperangi padahal secara dhahir mereka itu muslim?. Melihat hal itu, beliau bertindak cepat dengan menjelaskan kepada kaum muslimin bahwa status mereka adalah seperti firqah Khawarij yang memerangi para sahabat. Beliau dengan tegas berkata:" Jika kalian melihat ku berada di tengah-tengah mereka sedang di atas kepalaku ada mushaf, maka bunuhlah aku. Setelah mendengar perkataan ini, syubhat yang menyelimuti kaum muslimin tersingkap.
Kondisi sosio politik
Secara politis, zaman di mana Syeikhul Islam hidup adalah zaman yang penuh dengan bid'ah dan kesesatan. Madzhab yang batil tersebar luas. Syubhat merajalela dimana-mana. Kebodohan, sikap fanatis dan taqlid buta merebak di berbagai lini kehidupan. Keadaan yang menyedihkan tersebut masih ditambah dengan adanya invasi dan agresi dari bangsa Tatar sekaligus pasukan salib (dalam hal ini Perancis). Maka tidak salah kalau zaman tersebut disebut dengan zaman the chaos era/ era kegoncangan baik pada ranah politik, ekonomi, militer, sosial ataupun moral. Deskripsi kondisi di atas dapat dijumpai disela-sela tulisan beliau. Hal itu disebabkan beliau sangat menaruh perhatian ekstra pada urusan kaum muslimin dengan memberikan solving baik melalui tulisan atau lisan. Pembaca yang menelaah tulisannya akan mendapati bahwa pada zaman beliau banyak tersebar bid'ah dan syrik terkhusus kuburan, tempat yang diagungkan dan diziarahi bergitu juga i'tiqad batil lainnya. Filsafat, atheis dan paham rasio begitu pesat berkembang di tengah kaum muslimin. Gerakan Tashawuf atau thariqat sesat begitu subur sehingga lahirlah aliran kebathinan. Konspirasi Rafidhah terhadap kaum muslimin dalam menyebarkan kesyirikan, meninggalkan jihad dan berkolaborasi dengan Tatar ikut memperkeruh suasana.
Ujian dan Akhir kehidupan
Keharuman nama, ketinggian manzilah serta gaung suara yang menembus nun jauh di sana membangkitkan kedengkian di hati sebagian manusia. Berawal dari sinilah ia berusaha menodai keharuman namanya, baik melalui tuduhan palsu atau menggunakan penguasa demi terpuaskannya ambisi jahat itu. Begitulah sunnatullah yang berlaku terhadap setiap manusia yang bintang namanya berkibar akan banyak yang hasad kepadanya. Sunnah ini pun berlaku juga bagi Ibnu Taimiyah. Beliau tidak hanya sekali merasakan pengapnya sel penjara, siksaan dan keburukan lain pun kerap beliau terima. Namun itu semua tidak menambah kecuali kekuatan dalam memegang kebenaran dan keteguhan dalam mempertahankan dien. Salah satu kalimat indah yang keluar dari lisan beliau adalah:" Apa pun yang diperbuat musuhku, sungguh jannahku berada di hatiku. Walau aku beristirahat sungguh ia tidak akan meninggalkanku. Jika mereka menahanku inilah waktuku untuk berkhalwat dengan rab ku. Jika mereka membunuhku sungguh kesyahidan yang ku raih dan jika mereka mengusirku sungguh pengusiran itu siyahah bagiku". Ujian itulah yang menjadikan dakwah dan ilmu beliau tersebar. Dalam risalahnya, beliau mengatakan:" Allah menetapkan bahwa jika Dia berkehendak menampakkan agama Nya Dia ciptakan orang yang menghalangi kebenaran sehingga kebenaran itu nampak sebagai kebenaran".
Saat berada dalam penjara ujian mulai datang. Murid-muridnya dilarang menemui. Alat-alat tulis pun dijauhkan darinya dengan maksud melarang beliau menulis. Tinggallah dalam penjara beliau mencurahkan waktunya untuk beribadah dan khalwat dengan rab nya. Menjelang wafat, sekitar dua puluhan hari beliau merasakan sakit hingga dengan sakit itu mengantarkannya kepada ajal. Beliau meninggal pada malam senin bulan Dzul Qa'dah tahun 728 H. Mendengar kabar duka ini, manusia terkejut seakan disambar petir dan tenggelam dalam kesedihan yang mendalam. Mereka secara bergelombang mendatangi penjara dan banyak tempat dagang yang diliburkan. Saudaranya, Zainuddin yang waktu itu menyertainya dalam penjara mengatakan:" Ayat terakhir yang dibaca Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelang wafat adalah " Sesungguhnya orang-orang muttaqin itu berada di taman dan sungai, mereka berada di tempat yang disenangi di sisi rab yang berkuasa". Jenazahnya disholatkan di Masjid Jami' Al Umawi setelah dimandikan dan dikafani. Manusia yang menyolatkan sungguh luar biasa banyaknya sehingga untuk sujud mereka agak kesulitan. Ibnu Katsir menyebutkan bahwa tidak ada manusia yang absen dalam menghadiri jenazahnya kecuali tiga orang, yaitu Ibnu Jamilah, As Shadr dan al Qafjaqi, hal mana ketiganya masyhur dengan permusahannya kepada beliau. Jenazahnya disholatkan selepas dhuhur dan baru dimakamkan setelah ashar disebabkan banyaknya manusia yang ikut menyolatinya. Beliau dimakamkan di pemakaman Shufiyah berdampingan dengan makam saudaranya yang bernama Syarafuddin Abdullah.
Komentar para ulama
Syeikh Taqiyuddin Ibnu Daqiq 'Iiid berkata:" Aku melihat seorang, di mana ilmu itu seakan berada di antara kedua matanya. Ia ambil apa yang dikehendaki dan ia tinggal apa dikehedaki".
Ad Dzahabi berkata:" Ibnu Taimiyah menjadi penghulunya ulama pada masa gurunya. Ia mempunyai karangan yang dibawa oleh para pencari ilmu. Jumlah karangannya mencapai 4.000 buku atau lebih. Beliau mendengar banyak hadist dan menguasai rijalnya. Shohih dan cacatnya sebuah hadist sangat beliau pahami. Hingga dikatakan: Setiap hadist yang tidak diketahui oleh Ibnu Taimiyah bukanlah sebuah hadist. Dalam masalah fiqih, madzhab sahabat, tabi'in apalagi imam empat madzhab tak ada yang menandingi. Ilmu tafsir akan berakhir ditangannya. Pengetaahuan tentang agama-agama, aliran, ushul dan bahasa tidak ada yang lebih tahu darinya. Guru yang menjadi singgahan belajarnya mencapai lebih dari 200 orang. Dalam perkataan lain, Imam ad Dzahabi mengatakan:" Ibnu Taimiyah adalah seorang yang tsiqah, cerdas sekaligus seorang penulis produktif yang banyak menelurkan karya. Urusan fiqih semuanya kembali kepada beliau".
Koleksi karya yang dihasilkan
Ibnu Abdul Hadi dalam buku al 'Uqud Duriyah Min Manaqibi Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan:" Aku tidak mengetahui seorang pun dari para salaf atau mutaakhirin dari umat ini yang bisa mengumpulkan sebagaimana Ibnu Taimiyah mengumpulkan tidak pula tulisan sebagaimana ditulis olehnya. Semua tulisan tersebut ditulis berdasarkan hafalan karena sebagian besar tulisannya ditulis saat di penjara yang tidak ada maraji'.
Disebutkan bahwa Ibnu Syakir berkata:" Sesungguhnya jumlah tulisan Ibnu Taimiyah mencapai 300 jilid, namun ia mengulangi komentarnya dengan mengatakan Ibnu Taimiyah mempunyai tulisan yang tidak sampai kepada kita dan tidak disebutkan namanya.
1. Tulisan dalam bidang aqidah
- Iqtidhau Shirathil Mustaqim
- Al Qa'idah Al Marakisyiyah
- Al Istiqamah
- Al Fatawa Al Hamwiyah Al Kubra
- Minhaju Sunnah An Nabawiyah Fi Naqdhi Kalami Syia'ah Wal Qadariyah
- Ar Risalah At Tadamuriyah
- Kitab Al 'Ubudiyah
- Al Furqan Baina Auliya' Rahman Wa Auliya' Syaithan
- Al Hasanah Wa Sayyiah
- Naqdhul Mantiq
- Al Jawabu Shahih Liman Badala Dienal Masih
- As Sharimul Maslul 'Ala Syatimi Rasul
- Dar'u Ta'arudh Bainal Al 'Aql Wa Naql
- Majmu' Fatawa
- Amrudhul Qulub Wa Syifa'uha
2. Tulisan dalam bidang tafsir
- Muqadimah Fii 'Ilmi Tafsir
- Daqa'iqu Tafsir
- Al Iklil Fil Mutasyabih Wa Ta'wil
- Tafsir Surati Nur
3. Tulisan dalam bidang fiqih dan ushulnya
- Al Jami' Lil Ikhtiyarat Al Fiqhiyah
- Al Qawa'id An Nuraniyah Al Fiqhiyah
- Ushulul Fiqh
- Risalah Fi Ma'ani Iqamati Shalah
4. Tulisan dalam bidang politik
- As Siyasah As Syar'iyah Fi Ishlahi Ra'i Wa Ra'iyah
- Al Hisbah Fi Islam
Deretan Guru Yang Dijadikan Tempat Berlabuh Rihlah Ilmiyah
- Zainuddin Abu Abbas Ahmad Bin Abdu Daim
- Taqiyuddin Abu Muhammad Isma'il Bin Ibrahim Bin Abi Yusr At Tanukhi
- Aminuddin Abu Muhammad Al Qasim Bin Abi Bakar Bin Qasim Bin Ghanimah Al Arbali
- Al Ghana'im Al Muslim Bin Muhammad Bin Makki Ad Dimasyqi
- Syihabuddin Abdul Halim Bin Abdul Salam Bin Taimiyah
- Syamsuddin Abu Muhammad Abdurrahman Bin Umar Muhammad Bin Ahmad Bin Qudamah Al Maqdisi
- Afifuddin Abu Muhammad Abdul Rahim Bin Muhammad Bin Ahmad Al Alatsi Al Hambali
- Fakhruddin Abu Al Hasan Ali Bin Ahmad Bin Abdul Wahid Bin Ahmad Al Bukhari
- Majduddin Abu Abdilah Muhammad Bin Isma'il Bin Ustman Bin Al Mudhafat Bin Hibatullah Ian Asakir Ad Dimasqi
- Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad Bin Addul Qawwi Bin Badran Bin Abdillah Al Mardawi Al Maqdisi
Deretan Murid Yang Pernah Berguru
- Syarafuddin Abu Abdillah Muhammad Al Maja Bin Utsman Bin Asad Bin Manja At Tanukhi Ad Dimasyqi
- Jamaluddin Abu Al Hajjaj Yusuf Bin Az Zakki Abdurahman Bin Yusuf Bin Al Mizzi
- Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad Bin Ahmad Bin Abdul Hadi
- Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad Bin Ahmad Bin Utsman Bin Qaimaz Bin Abdillah Ad Dimasyqi Add Dzahabi
- Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad Bin Abi Bakr Bin Ayyub/ Ibnul Qayyim Al Jauziyah
- Shalahuddin Abu Sa'id Khalil Bin Al Air Saifuddin Kaikaladi Al Alai Ad Dimasyqi
- Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad Bin Muflih Bin Muhammad Bin Muffaraj Al Maqdisi
- Syarafuddin Abu Al Abbas Ahmad Bin Al Hasan Bin Abdillah Bin Abi Umar Bin Muhammad Bin Abi Qudamah
- Imaduddin Abul Fida' Ismail Bin Umar Bin Katsir Al Bashari Al Qurays
- Taqiyuddin Abu Al Ma'ali Muhammad Bin Rafi' Bin Hajras Bin Muhammad As Shamidi As Silmi
Demikianlah potret Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah, semoga kita bisa mengambil teladan dan uswah dalam mengemban misi agama ini. Bila ada kekhilafan penulis mohon maaf dan saran atau kritik yang konstruktif sangat diharapkan. Was salam
Disarikan dari:
- Lamhat 'An Ba'dhi Mualafat Ibnu Taimiyah, Sabiq Muslim, Pesantren Tinggi al slam Bidang Tsaqafah 2006 M Un Publisher
- 60 Biografi Ulama Salaf, Syeikh Ahmad Farid, Pustaka al Kautsar Jakarta Cet 1 Th 2006
0 komentar:
Posting Komentar