Tanya Jawab seputar Khutbah
M E N U
Tanya Jawab Seputar Khutbah
سؤال و جواب حول الخطبة الإسلامية
1. Apakah Disunnahkan Tasyahud Sebelum Khutbah?
2. Disunnahkankah Mengucapkan Salam Sebelum Khutbah?
3. Apa Materi Khutbah Terbaik?
4. Bolehkah Menyampaikan Hadits Palsu dengan Niat Baik?
5. Mana Lebih Baik, Khutbah Ringkas Atau Panjang?
6. Bagaimana Adab Khatib Berdoa di Depan Umum?
7. Saat Disediakan Minuman Untuk Khathib
8. Khutbah Jum'at diakhiri dengan Ayat Khusus?
9. Khutbah Ied Dijadikan Satu Kali Atau Dua Kali?
10. Bolehkah Khatib Menerima Hadiah Untuk Khutbahnya?
• Beberapa Materi yang Sering Disampaikan dalam Khutbah Umum:
1. Benarkah amal dunia dan amal akhirat harus disetimbangkan?
2. Benarkah seorang muslim harus mempunyai 2 tali (vertikal dan horizontal) ?
3. (Mendatang insyaAlloh)
NB:
Usulan materi untuk kelengkapan kutaib ini dapat dialamatkan ke Perpustakaan Wakaf Muslimin "Syeikh al-Albani" Surakarta, via SMS ke nomor 0878 3601 3279.
Bismillahirrahmanirrahim.
Soal Pertama:
Apakah Disunnahkan Tasyahud Sebelum Khutbah?
Jawab:
1. Rasulullah saw bersabda:
كُلُّ خُطْبَةٍ لَيْسَ فِيهَا تَشَهُّدٌ فَهِىَ كَالْيَدِ الْجَذْمَاءِ.
"Setiap khutbah yang tidak ada tasyahud di dalamnya, maka itu bagaikan tangan yang terputus." HR Abu Dawud 4841, Ibnu Hibban, dan Baihaqi, dari hadits Abu Hurairah ra; hadits shahih. (ash-Shahihah 169)
2. Al-Munawi menjelaskan, "Maksud tasyahud di sini adalah dua kalimat syahadat." (Faidhul Qadir)
3. Al-Qadhi menjelaskan, "Arti asal tasyahud adalah membaca syahadat. Namun kemudian istilah tasyahud digunakan untuk pujian dan sanjungan kepada Alloh Swt. (yang dibaca di awal khutbah. Pent.) (Faidhul Qadir)
4. Syaikh al-Albani menjelaskan, "Saya kira yang dimaksud dengan tasyahud di sini adalah khutbatul hajah yang diajarkan oleh Nabi saw, sebagaimana disebutkan dalam hadits Jabir ra (riwayat Ahmad & Ibnu Majah. Pent.), yaitu:
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللّه مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللّه فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِىَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللّه وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.
5. Al-Munawi menjelaskan, "Maksud hadits di atas adalah, khutbah yang tidak didahului dengan pujian dan sanjungan kepada Alloh (yang mencakup tasyahud juga setelahnya. Pent.) adalah bagaikan tangan yang terpotong, artinya tiada berguna." (Faidhul Qadir)
6. Syaikh al-Albani menasihatkan, "Barangkali inilah salah satu sebab mengapa kajian dan pelajaran-pelajaran yang ada selama ini kurang memberi faedah, karena tidak didahului dengan tasyahud di atas." (Ash-Shahihah)
7.
Soal Kedua: Apakah Disunnahkan Mengucapkan Salam Sebelum Khutbah?
Jawab:
1. Terdapat hadits dari Jabir ra, riwayat Ibnu Majah 1109:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا صَعِدَ الْمِنْبَرَ سَلَّمَ.
"Bahwa Nabi saw apabila telah naik mimbar mengucapkan salam."
2. Syaikh al-Albani menjelaskan, "Sanad hadits ini dha'if, karena di dalamnya terdapat nama 'Abdullah bin Lahi'ah yang cukup populer termasuk rawi dha'if. Namun Hadits ini memiliki beberapa jalur … dan yang menjadi saksi serta memperkuat hadits ini adalah bahwa para khulafa' (Khulafa`ur Rasyidin) mengamalkannya." (Ash-Shahihah 2076)
3. Syaikh al-Albani menilai hadits ini dapat diterima karena terdapat riwayat yang menguatkannya. Wallahu Ta'ala A'lam. Ulama' lain menilai hadits ini tetap dha'if, sehingga tidak mengamalkannya. Permasalahan ini seyogyanya disikapi mudah; tidak memaksa orang lain untuk mengikuti suatu pendapat tertentu.
4. Termasuk keanehan: Mengucapkan salam saat bertemu sesama muslim jelas disunahkan dan dalilnya shahih, namun hanya sedikit orang yang mendapat hidayah sehingga mau melakukannya. Sementara salam saat naik di atas mimbar masih diperselisihkan keshahihan haditsnya, namun hampir semua orang melakukannya, bahkan mereka mengingkari orang yang tidak melakukannya. Sungguh ini merupakan balak yang besar dalam agama.
Soal Ketiga: Apa Materi Khutbah Yang Terbaik?
Jawab:
1. Alloh Swt menegaskan:
وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ (55) الذاريات.
"Berilah peringatan, sebab peringatan itu bermanfaat bagi kaum mukminin."
Bila Anda bertanya, "Peringatan apa yang paling memberi manfaat?" Maka sungguh Alloh Swt telah menegaskan:
... فَذَكِّرْ بِالْقُرْآَنِ مَنْ يَخَافُ وَعِيدِ (45) ق.
"Maka berilah peringatan dengan Al-Qur'an kepada orang yang takut kepada ancaman-Ku."
2. Terdapat hadits yang dhahirnya menceritakan bahwa Nabi saw berkhutbah (hanya) dengan ayat-ayat Al-Qur'an:
عَنْ بِنْتٍ لِحَارِثَةَ بْنِ النُّعْمَانِ قَالَتْ مَا حَفِظْتُ (ق) إِلاَّ مِنْ فِى رَسُولِ اللّه صلى الله عليه وسلم يَخْطُبُ بِهَا كُلَّ جُمُعَةٍ. (م د)
Seorang anak perempuan Haritsah bin Nu'man menceritakan, "Aku tidak menghafal surah Qaf kecuali dari mulut Rasulullah saw, yaitu beliau berkhutbah dengan membaca surah tersebut setiap jum'at." HR Muslim & Abu Dawud; hadits shahih.
8. Syaikh 'Utsaimin menjelaskan, "Nabi saw berkhutbah hanya dengan membaca surah Qaf di hadapan orang-orang yang paham dengan ayat-ayat Al-Qur'an dan mereka dapat meresapi maknanya. Sementara sekarang orang-orang tidak dapat memahami ayat-ayat Al-Qur'an kecuali setelah ditafsirkan, maka dengan tafsir itu barulah dapat memberikan manfaat." (Syarh Bulughul Maram)
Soal Keempat: Bolehkah Menyampaikan Hadits
Palsu dengan Niat Baik?
Jawab:
1. Rasulullah saw bersabda: مَنْ حَدَّثَ عَنِّى بِحَدِيثٍ وَ هُوَ يَرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبِينَ.
"Siapapun yang menceritakan dariku suatu hadits yang dia ketahui palsu/dusta, berarti dia termasuk salah satu dari para pendusta." HR Muslim, dari hadits Mughirah bin Syu'bah ra.
Maksudnya, yang menyampaikan hadits palsu sama dengan pembuat hadits palsu tersebut.
2. Bila Anda bertanya, "Lantas apa hukuman bagi orang yang memalsukan hadits?" maka sungguh Rasulullah telah bersabda: مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
"Siapapun yang mamalsukan hadits atas namaku secara sengaja, maka hendaklah dia menyiapkan tempatnya di neraka." Muttafaqun 'alaih, dari hadits Abu Hurairah ra.
3. Para ulama menegaskan bahwa suatu amal tidak disebut amal shalih kecuali bila memenuhi dua syarat: 1) Niat ikhlas hanya karena Alloh Swt. 2) Dilakukan sesuai cara yang diajarkan oleh syariat Islam. Dengan kata lain, harus sesuai dengan petunjuk dari Nabi saw.
4. Ringkasnya, menyampaikan hadits palsu adalah perbuatan tercela dan pelakunya dinilai sebagai pendusta. Seseorang dilarang menyampaikan hadits palsu meskipun dengan niatan ikhlas.
5. Seperti hadits palsu, hadits dha'if (lemah) pun demikian pula. Dilarang menyapaikan hadits dha'if kecuali dengan menerangkan kedha'ifannya, agar orang awam tidak salah paham bahwa hadits tersebut benar-benar dari sabda Nabi saw. (Sebagaimana disebutkan dalam ilmu mushthalah hadits)
Soal Kelima:
Mana Lebih Baik, Khutbah Ringkas Atau Panjang?
Jawab:
1. Rasulullah saw bersabda:
إِنَّ طُولَ صَلاَةِ الرَّجُلِ وَقِصَرَ خُطْبَتِهِ مَئِنَّةٌ مِنْ فِقْهِهِ فَأَطِيلُوا الصَّلاَةَ وَاقْصُرُوا الْخُطْبَةَ.
"Sesungguhnya shalat yang panjang dan khutbah yang pendek menunjukkan bahwa pelakunya paham secara mendalam (terhadap agama). Maka perpanjanglah shalat, dan pendekkanlah khutbah." HR Muslim, dari hadits 'Ammar ra.
2. Praktik Khutbah para sahabat Nabi saw tergambar dalam riwayat Muslim berikut:
قَالَ أَبُو وَائِلٍ خَطَبَنَا عَمَّارٌ فَأَوْجَزَ وَأَبْلَغَ فَلَمَّا نَزَلَ قُلْنَا يَا أَبَا الْيَقْظَانِ لَقَدْ أَبْلَغْتَ وَأَوْجَزْتَ فَلَوْ كُنْتَ تَنَفَّسْتَ. فَقَالَ إِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللّه -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « إِنَّ طُولَ صَلاَةِ الرَّجُلِ وَقِصَرَ خُطْبَتِهِ مَئِنَّةٌ مِنْ فِقْهِهِ فَأَطِيلُوا الصَّلاَةَ وَاقْصُرُوا الْخُطْبَةَ.
Abu Wa'il menceritakan, "'Ammar berkhutbah di hadapan kami, maka dia pun khutbah dengan ringkas namun mengena." Lalu tatkala dia turun kami menyapa, "Wahai Abul Yaqzhan, sungguh Anda berkhutbah sangat mengena tetapi ringkas. Alangkah baiknya bila Anda sedikit perpanjang." Beliau menerangkan, "Aku telah mendengar Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya shalat yang panjang dan khutbah yang pendek menunjukkan bahwa pelakunya paham secara mendalam (terhadap agama). Maka perpanjanglah shalat, dan pendekkanlah khutbah." HR Muslim.
3. Imam Nawawi menjelaskan:
الْمُرَاد بِالْحَدِيثِ الَّذِي نَحْنُ فِيهِ أَنَّ الصَّلَاة تَكُون طَوِيلَة بِالنِّسْبَةِ إِلَى الْخُطْبَة. (شرح النووي 3/249)
Maksud hadits yang kita bahas ini, bahwa shalat itu lebih panjang daripada khutbahnya. (Syarh Muslim)
4. Sungguh merupakan balak yang besar manakala para khatib di masa sekarang membalikkan sunnah Nabi saw, yaitu shalat sangat cepat dan berkhutbah sangat panjang. Seolah-olah mereka membantah Nabi saw dengan ucapan, "Tidak wahai Nabi! Yang baik adalah khutbah yang panjang dan shalat yang pendek agar orang-orang tidak merasa keberatan." Sementara Nabi saw telah menegaskan:
خَيْرُ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ.
"Petunjuk terbaik adalah petunjuk Muhammad." (Hadits shahih lagi masyhur)
5. Salah satu efek samping yang cukup pahit dari "tingkah" memperpanjang khutbah jum'at adalah: kaum muslimin enggan datang ke masjid sebelum adzan jum'at dikumandangkan, bahkan juga tidak bersegera datang ke masjid saat adzan telah dikumandangkan, karena merasa aman dari terlambat shalat jum'at. Sugguh benar nasihat para ulama: "Kebaikan hanyalah mendatangkan kebaikan lainnya". Maka demikian pula: "Keburukan hanya mendatangkan keburukan lainnya."
Soal Keenam:
Bagaimana Adab Khatib Berdoa di Muka Umum?
Jawab:
1. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan, "Hadits yang menerangkan bahwa imam yang berdoa untuk dirinya sendiri berarti mengkhianati para jama'ah, maksudnya adalah doa yang dia baca secara keras yang diperuntukkan dirinya dan semua hadirin. Adapun doa yang bersifat khusus (seperti doa saat ruku', sujud, dan sebagainya, di mana setiap orang membaca doa untuk dirinya sendiri. Pent.) maka tidak mengapa imam berdoa untuk dirinya sendiri. Namun doa yang bersifat umum, yaitu yang diamini oleh orang lain, maka imam tidak boleh hanya mendoakan dirinya saja. Bila seseorang khatib melakukan itu, berarti telah berbuat khianat kepada para jamaahnya." (Syarh Bulughul Maram, Syaikh 'Utsaimin)
2. Contoh doa untuk semua jamaah:
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آَمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ. (الحشر: 10)
3. Contoh doa untuk diri sendiri: رَبَّنَا اغْفِرْ لِي (إبراهيم: 41)
4. Adalah termasuk musibah besar manakala saat ini sering didapatkan seorang khatib saat menutup khutbah jum'at, mendoakan dirinya sendiri tanpa menyadarinya, karena rupanya dia sendiri tidak memahami apa yang dia baca. Rasulullah saw bersabda:
إِنَّ مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ أَنْ يُرْفَعَ الْعِلْمُ ، وَيَكْثُرَ الْجَهْلُ وَيَكْثُرَ الزِّنَا ، وَيَكْثُرَ شُرْبُ الْخَمْرِ ، وَيَقِلَّ الرِّجَالُ ، وَيَكْثُرَ النِّسَاءُ .... (ق)
"Termasuk tanda-tanda kiamat: ilmu diangkat, kebodohan menyebar, sering terjadi zina, banyak dilakukan minum miras, kaum lelaki sedikit jumlahnya dan kaum perempuan banyak jumlahnya." Muttafaqun 'alaih, dari hadits Anas ra.
Soal Ketujuh: Bagaimana Sikap Saat Disediakan Minuman?
Jawab:
1. Rasulullah saw bersabda:
"مَنْ صُنِعَ إِلَيْهِ مَعْرُوفٌ فَقَالَ لِفَاعِلِهِ "جَزَاكَ اللّه خَيْرًا", فَقَدْ أَبْلَغَ فِي الثَّنَاءِ. (ت ن حب. عن أسامة بن زيد: صحيح)
“Siapapun yang mendapatkan perlakuan baik dari seseorang lantas ia berterima kasih kepadanya dengan mengucapkan “jazaa-kumullaahu khairan”, berarti ia telah memujinya dengan pujian yang sempurna.” HR Turmudzi: "Hadits ini hasan jayyid meskipun gharib." (hadits shahih)
2. Jazakumullahu khairan artinya: Semoga Alloh membalas Anda dengan kebaikan yang besar. (kata "besar" diambil dari bentuk kata "khairan" yang berupa isim nakirah. Isim nakirah mengandung makna tafkhim: mengagungkan)
3. Alangkah baiknya khatib membumikan ucapan terima kasih yang diajarkan oleh Nabi saw ini. Dengan mencucapkan "jazakumullahu khairan" di depan hadirin lalu disertai penjelasan kepada mereka mengenainya, lambat laun masyarakat muslim akan terbiasa dengan ucapan "jazakumullahu khairan" sebagai ganti dari ucapan "Terima kasih", sebagaimana mereka terbiasa dengan "assalamu 'alaikum" sebagai ganti ucapan "Selamat pagi". Keuntungan membumikan "jazakumullahu khairan" adalah sebagaiman sabda Nabi saw: مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ. (م) "Siapapun yang menunjukkan kepada suatu kebaikan, maka dia mendapatkan pahala seperti orang yang melakukannya."
HR Muslim, dari hadits Abu Mas'ud ra; hadits shahih.
4. Sebagian khatib berkehendak baik tetapi bersikap tidak tepat, yaitu saat berkhutbah dengan berdiri lalu ada yang menyuguhkan minuman di atas podium, maka dia spontan membodoh-bodohkan dan menegaskan bahwa minum dengan berdiri adalah perbuatan sapi. Sikap tersebut salah dalam dua hal: 1) Tidak berterima kasih atas kebaikan orang lain yang telah menyugukan minuman kepadanya. 2) Tidak mengajari orang yang tidak tahu tetapi malah menghardiknya; mungkin khatib yang salah langkah ini belum membaca hadits berikut:
عَنْ عَبَّادِ بْنِ شُرَحْبِيلَ قَالَ أَصَابَتْنِى سَنَةٌ فَدَخَلْتُ حَائِطًا مِنْ حِيطَانِ الْمَدِينَةِ فَفَرَكْتُ (دَلَّكْته بِالْيَدِ لِإِخْرَاجِ الْحَبّ مِنْهُ) سُنْبُلاً فَأَكَلْتُ وَحَمَلْتُ فِى ثَوْبِى فَجَاءَ صَاحِبُهُ فَضَرَبَنِى وَأَخَذَ ثَوْبِى فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللّه -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ لَهُ « مَا عَلَّمْتَ إِذْ كَانَ جَاهِلاً وَلاَ أَطْعَمْتَ إِذْ كَانَ جَائِعًا ». أَوْ قَالَ « سَاغِبًا ». وَأَمَرَهُ فَرَدَّ عَلَىَّ ثَوْبِى وَأَعْطَانِى وَسْقًا أَوْ نِصْفَ وَسْقٍ مِنْ طَعَامٍ.
'Abbad bin Syurahbil bercerita, "Aku mengalami musim paceklik, lalu aku memasuki sebuah kebun berpagar di Madinah, lalu aku mengelupas sebiji padi lalu kumakan, dan aku membawa (beberapa butir) dalam bajuku. Lalu pemilik kebun datang lalu memukulku dan merampas bajuku, lalu datang kepada Rasulullah saw, maka beliau bersabda kepadanya, "Anda tidak mau mengajari saat dia tidak mengerti, dan Anda juga tidak memberi makan saat dia kelaparan." Beliau menyuruhnya mengembalikan bajuku serta memberiku satu wasaq atau setengah wasaq makanan." HR Abu Dawud, Nasa`I, Ibnu Majah, dan Ahmad; hadits shahih.
Soal Kedelapan: Apakah Disunahkan Mengakhiri Khutbah Jum'at dengan Ayat Khusus?
Jawab:
1. Ibnu 'Umar ra menceritakan:
... ثم خطب الناس على رجليه فحمد الله وأثنى عليه ... ثم قال: أقول هذا وأستغفر الله لي ولكم. ثم عدل إلى جانب المسجد.
"… Kemudian Nabi saw berkhutbah di hadapan khalayak dengan berdiri, maka beliau pun memuji dan menyanjung Alloh … kemudian beliau bersabda (mengakhiri khutbah), "Aku menyampaikan hal ini, dan aku memohon ampunan kepada Alloh untuk diriku dan untuk kalian." Kemudian beliau menuju area samping masjid." HR Ibnu Hibban, 'Abd bin Humaid, dan Ibnu Abi Syaibah; hadits shahih.
Dalam hadits ini, beliau mengakhiri khutbah dengan ucapan "Aqûlu hâdza wa astaghfirullâha lî wa lakum." Tidak dengan ayat Al-Qur'an. Adapun ayat Al-Qur'an biasanya beliau sampaikan di tengah berkhutbah.
2. Kebiasaan khatib mengakhiri khutbah jum'at dengan ayat:
إِنَّ اللّه يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ (90) النحل.
bukanlah merupakan sunnah Nabi saw, jadi menutup khutbah jum'at dengan ayat tersebut atau ayat lainnya bukan termasuk sunnah-sunnah khutbah, sebab tidak ada dalil yang menerangkan demikian. Meskipun menutup khutbah dengan ayat itu tidak dilarang, namun perlu direnungkan: Mana lebih baik, menutup khutbah seperti Nabi saw atau dengan cara sendiri? Wallahu A'lam.
Soal Kesembilan:
Khutbah Ied Dijadikan Satu Kali Atau Dua Kali?
Jawab:
1. Fenomena khutbah ied di Indonesia:
- Khutbah hanya 1 kali.
- Khutbah 2 kali; dipisah dengan diam sejenak atau duduk sebentar sebagaimana dalam khutbah jum'at.
- Khutbah 2 kali; pertama khatib berdiri di hadapan jamaah lelaki, lalu menuju jamaah perempuan dan menyampaikan khutbah dengan tema khusus untuk mereka.
Mana yang benar? Ada juga yang memakai mimbar, dan ada yang tidak memakai mimbar. Mana pula yang benar?
2. Cara khutbah ied yang dilakukan oleh Nabi saw:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللّه قَالَ يَقُولُ إِنَّ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - قَامَ فَبَدَأَ بِالصَّلاَةِ ، ثُمَّ خَطَبَ النَّاسَ بَعْدُ ، فَلَّمَا فَرَغَ نَبِىُّ اللّه - صلى الله عليه وسلم - نَزَلَ فَأَتَى النِّسَاءَ ، فَذَكَّرَهُنَّ وَهْوَ يَتَوَكَّأُ عَلَى يَدِ بِلاَلٍ ، وَبِلاَلٌ بَاسِطٌ ثَوْبَهُ ، يُلْقِى فِيهِ النِّسَاءُ صَدَقَةً . قُلْتُ (ابْن جُرَيْجٍ) لِعَطَاءٍ أَتَرَى حَقًّا عَلَى الإِمَامِ الآنَ أَنْ يَأْتِىَ النِّسَاءَ فَيُذَكِّرَهُنَّ حِينَ يَفْرُغُ قَالَ إِنَّ ذَلِكَ لَحَقٌّ عَلَيْهِمْ ، وَمَا لَهُمْ أَنْ لاَ يَفْعَلُوا. (خ)
Jabir bin 'Abdillah bercerita, "Nabi saw berdiri, lalu memulai shalat (ied) kemudian berkhutbah di hadapan khalayak setelah itu, lalu tatkala Nabi saw telah selesai berkhutbah, beliau turun lalu datang ke tempat para perempuan lalu memberikan peringatan kepada mereka dengan bersandar pada tangan Bilal, sementara Bilal menghamparkan kainnya dan para jamaah perempuan melemparkan sedekah mereka ke dalamnya." Ibnu Juraij bertanya kepada 'Atha`, "Apakah Anda berpendapat bahwa masa sekarang ini tetap merupakan keharusan bagi imam untuk mendatangi tempat kaum perempuan lalu memberikan peringatan (khusus) untuk mereka saat telah selesai dari khutbah? 'Atha` menjawab, "Sungguh itu keharusan bagi mereka. Ada apa mereka tidak mau melakukannya?!" HR Bukhari.
3. Sebagian ulama` berpendapat, untuk masa sekarang saat telah ada pengeras suara, maka khutbah satu kali sudah cukup karena jamaah perempuan juga sudah mendengar. Mereka berpendapat bahwa Nabi saw berkhutbah di hadapan jamaah perempuan karena mengira bahwa suara beliau tidak terdengar oleh mereka. Namun siapa yang berpendapat seperti Syaikh 'Atha`, tentu saja lebih suka berkhutbah dua kali agar sama persis dengan khutbah ied yang dilakukan oleh Nabi saw. Rasanya kedua pendapat tersebut adalah logis semua. Wallahu A'lam.
4. Adapun khutbah ied 2 kali dengan duduk sejenak antara keduanya, dengan mengkiaskan kepada khutbah jum'at, maka pengkiasan tersebut tidak tepat, karena dalam permasalah ibadah khusus tidak dibetulkan menjalankan kias. Wallahu A'lam.
5. Di masa Nabi saw dan Khulafa`ur Rasyidin (empat/lima khalifah setelah Nabi saw), khutbah ied di lakukan di lapangan kecuali saat turun hujan, tanpa memakai mimbar. Mimbar baru dipakai untuk khutbah ied di masa setelah itu. Imam Bukhari menulis dalam kitab Shahihnya:
باب الْخُرُوجِ إِلَى الْمُصَلَّى بِغَيْرِ مِنْبَرٍ
"Bab: Keluar ke Lapangan Tempat Shalat Tanpa Mimbar."
Maksud beliau, bahwa yang sesuai sunnah adalah khutbah ied tanpa mimbar. Semoga Alloh Swt memuliakan orang-orang yang memilih sunnah Nabi saw daripada kebiasan masyarakat. Âmîn.
Soal Kesepuluh:
Bolehkah Menerima Upah/Hadiah Untuk Khutbah?
Jawab:
1. Ibnu 'Abbas ra meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda:
أَحَقُّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا كِتَابُ اللّه.
"Sesuatu yang paling berhak untuk kalian ambil upah darinya adalah (mengajarkan) Kitab Alloh (Al-Qur'an)." HR Bukhari.
Al-Hakam menjelaskan, "Aku tidak mendengar seorang pun (dari ulama`) menilai makruh untuk upah bagi pengajar.
2. Sementara itu:
عَنْ أُبَىِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ عَلَّمْتُ رَجُلاً الْقُرْآنَ فَأَهْدَى إِلَىَّ قَوْسًا فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللّه -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ «إِنْ أَخَذْتَهَا أَخَذْتَ قَوْسًا مِنْ نَارٍ». فَرَدَدْتُهَا. (جه. صحيح)
Ubay bin Ka'b bercerita, "Aku mengajarkan Al-Qur'an kepada seseorang, lalu dia menghadiahkan kepadaku sebuah busur, lalu kuceritakan hal itu kepada Rasulullah saw, maka beliau menasihatkan, "Bila Anda mengambilnya, sungguh Anda telah mengambil busur dari api neraka." Maka aku pun mengembalikannya." HR Ibnu Majah; hadits shahih.
Komentar ulama`: "Dhahir hadits ini ditinggalkan, sebab menerima hadiah tanpa meminta syarat, tidaklah berhak mendapatkan ancaman tersebut." (Ma'rifatus Sunan)
Imam Ahmad berkomentar, "Bila pun hadits ini shahih, lebih dekat bahwa hadits telah dinasakh (dihapus hukumnya) dengan hadits dari Ibnu 'Abbas ra (lihat hadits pertama) dan hadits semakana dengannya yang diriwayatkan dari Abu Sa'id al-Khudri ra. (Ma'rifatus Sunan)
Memang yang lebih utama adalah seperti yang dinasihatkan oleh al-Ghazali: "Yang dijadikan panutan adalah pembuat syari'at (Nabi saw), maka seseorang (hendaknya) tidak meminta upah dari menyampaikan ilmu dan tidak pula bertujuan mendapatkan balasan atau ucapan terima kasih, tetapi dia mengajar hanya karena Alloh Swt semata." (Faidhul Qadir)
3. Diterangkan oleh ulama', bahwa meminta upah dari pengajaran ilmu menjadi haram bila hal itu menjadi penghalang dari sampainya ilmu tersebut. Misalnya seseorang meminta upah 5 juta untuk tafsir 1 surah dalam Al-Qur'an, dan itu memberatkan masyarakat sehingga mereka tidak jadi mempelajari Al-Qur'an darinya. Seperti ini dilarang, karena bersifat memadharati, sementara Nabi saw telah menegaskan:
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ.
"Tiada boleh memadharati dan tiada boleh saling memadharati."
HR Ibnu Majah dll; hadits shahih. Wallahu A'lam.
Sebagian Materi yang Sering
Disampaikan dalam Khutbah Umum
1. Benarkah amal dunia dan amal akhirat harus disetimbangkan?
Jawab:
1. Alloh Swt menegaskan:
وَابْتَغِ فِيمَا آَتَاكَ اللّه الدَّارَ الْآَخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللّه إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللّه لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ (77) القصص.
"Dan carilah kampung akhirat dalam (harta) yang telah Alloh berikan kepadamu, dan jangan lupakan bagianmu dari dunia, dan berbuat baiklah sebagaimana Alloh telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah berbuat rusak di bumi, sesungguhnya Alloh tidak menyukai para perusak."
Ayat ini sering dijadikan dalil oleh sementara orang sebagai justifikasi bagi pernyataan mereka: DUNIA DAN AKHIRAT HARUS DISETIMBANGKAN, karena Alloh Swt menasihatkan: Jangan lupakan bagianmu dari dunia. Benarkah tafsir mereka?
2. Tafsir ayat لَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا (jangan lupakan bagianmu dari dunia):
يقول: ولا تترك نصيبك وحظك من الدنيا، أن تأخذ فيها بنصيبك من الآخرة، فتعمل فيه بما ينجيك غدا من عقاب الله.
"Alloh menyatakan: Jangan kamu tinggalkan bagianmu dari dunia, untuk kamu ambil bagian akhiratmu di dalamnya, yaitu kamu beramal di dalamnya dengan amal yang dapat menyelamatkanmu besuk dari siksa Alloh." (Tafsir Thabari)
(وَلاَ تَنسَ) تترك (نَصِيبَكَ مِنَ الدنيا) أي أن تعمل فيها للآخرة.
"Maksudnya, janganlah kamu tinggalkan bagianmu dari dunia untuk kamu amalkan demi akhirat." (Tafsir Jalalain)
Dua kitab tafsir paling tenar telah kita salami, dan dengannya terbuktilah di depan mata kita bahwa tafsir sementara khatib yang menjadikan ayat ini dalil untuk menyamaratakan antara amal dunia dan amal akhirat adalah tafsir SESAT. Na'udzubillahi min dzalik. Bahkan Alloh Swt menegaskan agar bagian dunia tidak lupa untuk dikerjakan dalam rangka mencari pahala di akhirat. Artinya, bagian dunia secara umum berupa harta dan sebagainya semestinya dijadikan sarana untuk mencari pahala sebanyak-banyaknya; bukan menjadi penghalang dari bagian ukhrawi.
3. Nasihat Nabi saw tentang dunia:
الدنيا ملعونة ملعون ما فيها إلا ذكر الله وما والاه وعالما ومتعلما. (ت أبى هر)
"Dunia terlaknat! Terlaknat pula segala yang ada di dalam-nya, selain: dzikrullah, menjadikan Alloh sebagai wali, orang berilmu dan penuntut ilmu." HR Turmudzi; hadits hasan.
4. Nasihat Nabi saw agar berhati-hati dengan dunia:
مَنْ أَحَبَّ دُنْيَاهُ أَضَرَّ بِآخِرَتِهِ وَمَنْ أَحَبَّ آخِرَتَهُ أَضَرَّ بِدُنْيَاهُ فَآثِرُوا مَا يَبْقَى عَلَى مَا يَفْنَى.
“Siapa saja yang mencari dunia, pasti bermadharat (memiliki efek samping) terhadap akhirat, dan siapa saja yang mencari akhirat, pasti bermadharat terhadap dunianya. Maka biarkanlah memadharati yang fana demi mendapatkan yang kekal.” (HR. Ahmad & Hakim, dari hadits Abu Musa as.) Hadits ini dimasukkan dalam Ash-Shahihah nomor 3287.
مَنْ جَعَلَ الْهُمُومَ هَمًّا وَاحِدًا هَمَّ آخِرَتِهِ كَفَاهُ اللّه هَمَّ دُنْيَاهُ وَمَنْ تَشَعَّبَتْ بِهِ الْهُمُومُ فِى أَحْوَالِ الدُّنْيَا لَمْ يُبَالِ اللّه فِى أَىِّ أَوْدِيَتِهَا هَلَكَ.
"Siapapun yang menjadikan keinginan-keinginan (cita-cita)-nya menjadi satu keinginan saja yaitu keinginan perihal akhiratnya, niscaya Alloh mencukupinya dari keinginan perkara duniawinya, namun siapa saja yang keinginan-keinginannya bercabang dalam beberapa keadaan duniawi, maka Alloh tidak akan peduli di lembah dunia yang mana dia binasa." HR Ibnu Majah dari hadits Ibnu Mas'ud ra; hadits hasan.
5. Sikap zuhud sahabat Nabi saw terhadap materi dunia; mengamalkan nasihat Nabi saw di atas:
Diriwayatkan dalam kitab Shuwarun min Hayatis Shahabah bahwa seorang sahabat Nabi saw yang menjabat sebagai gubernur dilaporkan oleh warganya kepada Umar bin Khaththab ra karena selalu kesiangan berangkat ke kantor. Setelah diperiksa, ternyata gubernur tersebut sangat miskin dan tidak memiliki pembantu, sehingga di pagi hari dia harus membantu istrinya memasak makanan untuk hari itu. Beberapa saat kemudian, Umar ra mengirimkan beberapa uang dinar kepadanya, agar dia dapat membeli seorang budak yang dapat dijadikan pembantu. Saat hadiah itu sampai kepadanya, dia langsung mengucapkan: Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji'un. Mendengar itu, istrinya langsung bertanya, "Musibah apa yang menimpa Anda?" Dia menjawab, "Dunia telah datang kepada kita untuk melalaikan kita dari akhirat." Tukas istrinya tanpa mengetahui perihal hadiah tersebut, "Cepat-cepat singkirkan dunia itu agar akhirat kita tidak terganggu." Maka hadiah tersebut habis dibagi-bagikan kepada rakyatnya yang membutuhkan. Cerita ini banyak yang meriwayatkannya, meskipun mungkin ada yang mencibirkan bibir dan menganggapnya cerita bualan belaka. Sungguh otak para sahabat Nabi saw dipenuhi dengan suasana akhirat, sehingga mereka yang otaknya dirisaukan dengan dunia tidak dapat menerima kisah mulia sejati semacam ini. Hanya Alloh Swt yang memberi hidayah.
2. Benarkah muslimin harus mempunyai dua tali (vertikal dan horizontal)?
Jawab:
1. Alloh Swt menegaskan:
ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوا إِلَّا بِحَبْلٍ مِنَ اللّه وَحَبْلٍ مِنَ النَّاسِ ... الآية. (آل عمران 112)
Senantiasa ditimpakan kehinaan kepada mereka di manapun mereka berada, kecuali dengan tali dari Alloh dan tali dari manusia
Berdasarkan ayat ini, sementara khatib berkoar-koar: "Jadi kita harus memiliki tali vertikal dan tali horizontal dalam kehidupan ini, agar kita terhormat di hadapan Alloh dan di hadapan manusia."
2. Sungguh Iblis telah berhasil menjalankan programnya: merayu orang agar mencomot potongan ayat Al-Qur'an tanpa memperhati-kan ayat sebelum atau setelahnya. Bila seseorang membaca ayat sebelum ayat di atas, nyatalah bahwa yang dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah ahli kitab. Ahli kitab adalah yahudi dan nasrani. Jadi maksud ayat di atas adalah: Ahli kitab akan senantiasa dirundung kehinaan selama tidak memegangi tali Alloh dan tali manusia (hubungan damai dengan umat Islam). Jadi ayat di atas tidak berlaku untuk muslimin.
3. Tali apa yang harus dipegangi oleh muslimin? Alloh Swt telah memberikan jawabannya:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللّه جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا .... (آل عمران 103)
"Dan berpegangteguhlah kalian dengan tali Alloh secara bersama-
sama dan janganlah kalian bercerai-berai …."
Ayat ini jelas ditujukan kepada kaum muslimin, karena Alloh mengajak bicara dengan kata-kata "kalian", sedangkan Al-Qur'an ini diturunkan sebagai petunjuk bagi kaum muslimin.
Dari kedua ayat di atas, kita mengetahui perbedaan antara muslimin dengan non muslim. Muslim diperintahkan untuk memegangi tali Alloh, sementara non muslim harus memegangi dua tali.
4. Hubungan vertikal dan horizontal bagi seorang muslim, telah diberi rambu-rambu oleh Nabi saw dalam hadits shahih berikut:
مَنْ الْتَمَسَ رِضَا اللّه بِسَخَطِ النَّاسِ كَفَاهُ اللّه مُؤْنَةَ النَّاسِ وَمَنْ الْتَمَسَ رِضَا النَّاسِ بِسَخَطِ اللّه وَكَلَهُ اللّه إِلَى النَّاسِ وَالسَّلَامُ عَلَيْكَ.
"Siapapun yang mencari ridha Alloh dengan (sesuatu yang membikin) murka manusia, niscaya Alloh mencukupinya dari , dan siapa yang mencari ridha manusia dengan murka Alloh niscaya Alloh menyerahkannya kepada manusia (maksudnya: Alloh Swt menjadikan orang-orang berkuasa atas dirinya hingga mereka mengganggu dan mendzaliminya: Tuhfatul Ahwadzi 2338). HR. Turmudzi 2338 & Abu Nu’aim, dari hadits ‘Aisyah as; hadits shahih.
5. Hubungan horizontal sama sekali putus manakala hubungan vertikal diganggu gugat:
عن عَبْدِ اللّه بْنِ مَسْعُودٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « سَيَلِى أُمُورَكُمْ بَعْدِى رِجَالٌ يُطْفِئُونَ السُّنَّةَ وَيَعْمَلُونَ بِالْبِدْعَةِ وَيُؤَخِّرُونَ الصَّلاَةَ عَنْ مَوَاقِيتِهَا » فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللّه إِنْ أَدْرَكْتُهُمْ كَيْفَ أَفْعَلُ قَالَ « تَسْأَلُنِى يَا ابْنَ أُمِّ عَبْدٍ كَيْفَ تَفْعَلُ لاَ طَاعَةَ لِمَنْ عَصَى اللّه ».
Dari 'Abdullah bin Mas'ud, bahwa Nabi saw bersabda, "Sepeninggalku nanti akan memimpin urusan kalian beberapa orang yang memadamkan sunnah, mengamalkan bid'ah, dan mengakhir-kan shalat dari waktu-waktunya." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, bila aku mendapati masa mereka, apa yang harus kuperbuat?" Beliau balik bertanya, "Anda bertanya kepadaku wahai Ibnu Ummi 'Abd, apa yang harus Anda lakukan?! Tiada ketaatan kepada orang yang mendurhakai Alloh!" HR Ahmad dan Ibnu Majah, dengan sanad jayyid (baik) yang memenuhi syarat Muslim. (ash-Shahihah 2/89)
6. Fenomena munculnya para khatib yang tidak memahami dinul Islam secara benar telah dikhabarkan oleh Nabi saw jauh hari di saat beliau masih bersama para sahabatnya dulu:
إِنَّ الله لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالاً فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا.
“Sesungguhnya Alloh tidak mencabut ilmu itu dengan sekali cabut dari para hamba-Nya, tetapi Dia mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama. Hingga ketika Alloh sudah tidak menyisakan lagi seorang ulama pun maka manusia menjadikan orang-orang bodoh sebagai pemimpin mereka. Lalu mereka ditanya orang, maka memberi fatwa tanpa dasar ilmu, sehingga mereka pun menyesatkan di samping juga sesat sendiri.” Muttafaqun 'alaih.
Benar sabda Nabi saw, saat ini banyak orang tak berilmu diangkat sebagai khatib sehingga dia menyampaikan khutbah tanpa didasari ilmu yang benar, sehingga khutbahnya bersifat SESAT dan MENYESATKAN, dan berakibat fatal yaitu kebodohan dan kesesatan tersebar di tengah-tengah umat secara pesat. Ulama` ditinggalkan bahkan dijebloskan ke dalam penjara, sementara orang-orang tolol dimanjakan dan dijadikan rujukan. Allâhul Musta'ân. Sungguh bijak Umar ra saat beliau menasihatkan: "Belajarlah sebelum kalian dijadikan pemuka." Sebab saat telah jadi pemuka maka tentu tersibukkan dengan urusan rakyatnya sehingga tidak mendapatkan kesempatan untuk memperdalam agama. Padahal saat itu dia telah menjadi rujukan banyak orang. Mari terus belajar dan semakin giat sebelum usia kian tua. Walhamdu lillahi Rabbil 'alamin.
Ditulis oleh: Akhukum, Abu Zaidan: Mochamed 'Abdullah 'Abdur Rahman, el-Yamani el-Mahfouzh
Selesai pada: Malam Sabtu, 6 Muharram 1430 H.
Semoga mendapat ridha Alloh Swt dan memberikan manfaat & berkah dengan izin-Nya. Âmîn.
Qunut Nazilah 1430 H
Saudara-saudara kita di Palestina mendapat-kan serangan tak berperikemanusiaan dari makhluk terjahat di atas muka bumi, yahudi la'natullah 'alaihim.
300-an nyawa melayang dalam sekejap!!!
"Sungguh lenyapnya dunia lebih kecil di hadapan Alloh daripada pembunuhan seorang mukmin tanpa hak." HR Ibnu Majah dengan isnad hasan.
Apa usaha kita untuk membantu saudara-saudara kita seagama dan seaqidah? (Renungan)
Doa qunut nazilah disyariatkan oleh Nabi saw untuk mendoakan kebaikan bagi kaum muslimin dan mendoakan kebinasaan bagi musuh.
Doa qunut nazilah dari umat Islam sedunia sangat dibutuhkan oleh saudara-saudara mereka di Palestina, yang mengerang kesakitan, ber-simbah darah, kulit menganga lebar berdarah-darah, kehilangan keluarga dan sanak saudara.
Masihkah kita diam membisu? Mulut adalah nikmat dari Alloh Swt yang harus disyukuri.
Qunut nazilah termasuk sunnah Nabi yang terlupakan.
2 komentar:
saya ada peranyaan yg blm terjawab diartikel ini.
apa hukumnya menutup khutbah dengan mengucapkan salam?
Thanks! And let’s join Us here:
Grosir Jilbab Murah Jilbab|Toko Sepeda Listrik Murah|Software Koperasi BMT |Software Kasir Toko|Software Laundry Kiloan|Aplikasi Akuntansi berbasis web|Pengrajin Rotan|Kumpulan berita terkini|Furnitur dan kerajinan rotan termurah|Jual Aplikasi Laundry Cuci Kiloan|<a href="http
ALHAMDULILLAH CUKUP BERMANFAAT
Posting Komentar