Sanksi Hukum Seputar Narkoba

SANKSI HUKUM SEPUTAR NARKOBA
DALAM PERSEPSI ISLAM

I . MUQADDIMAH

Sanksi adalah ketetapan hukum yang dijatuhkan terhadap pelanggar hukum syariat demi kemaslahatan bersama. Penetapan sanksi atas para pelanggar hukum bertujuan untuk perbaikan kondisi umat manusia, melindungi dan menyelamatkan mereka dari kebinasaaan dan kehancuran. Membimbing mereka dari kesesatan, menjauhkan mereka dari perbuatan maksiat dan memotifasi dalam ketaatan. Mencegah mereka menyimpang dari jalan yang lurus.
Imam Izzudin Abdussalam berkata, “sesungguhnya penerapan sanksi hukum semata mata ditegakkan bukan hanya untuk menghindari kerusakan belaka, namun lebih bertujuan untuk merealisasikan maslahat bersama. Seperti hukum potong tangan bagi hukum rajam, cambuk, penjara bagi para pezina demikian pula bagi sanksi yang lainnya. Syariat islam menetapkan bentuk hukuman tersebut denagn menimbang maslahat yang dihasilkannya.

Sebelum kami jelaskan pendapat ahli fiqih mengenai hukuman atas pengguna narkoba, ada realita yang perlu kami uraikan yaitu, “Alim ulama sepakat bahwa penggunaan obat obat psikotropika dalam bentuk dan jenis apapun haram hukumnya. Mereka juga bersepakat bahwa penyalahgunaan obat psikotropika merupakan dosa besar yang layak mendapat hukuman. Bahkan selayaknya hukuman itu dalam bentuk yang paling berat. Akan tetapi hukuman penyalahgunaan narkoba tersebut disesuaikan dengan bentuk kejahatan dan kerusakan yang ditimbulkan. Sebab penyalahgunanaan narkoba bisa dalam bentuk mengkomsumsinya, memperdagangkannnya atau mengedarkannnya.
Untuk lebih jelasnya, sangsi apakah yang harus di kenakan atas penggguna, pedagang, pemasok, dan pengedar narkoba Menurut persepsi islam ? mari kita simak dari makalah tematik ini.semoga dengan makalah ini bisa menghantarkan kepada pengetahuan yang benar.


II . HUKUMAN PENGGUNA NARKOBA

Bahwa pengguna narkoba dalam beberapa sisi statusnya disamakan dengan peminum khamer, seperti hilangnya kesadaran, ketergantungannya kepada barang tersebut terhalang dari dzikrullah dan ibadah shalat dan beberapa sisi lain. Begitu juga beberapa perkara yangh mebedakan narkoba ini dengan miras, seperti cara penggunaannya dalam bentuk benda padat, dengan cara disuntikkkan, penurunan tingkat emosional, tidak mampu bertindak disebabkan terbiusnya alat pengindra dan lain sebagainya.
Oleh sebab itu, ahli ilmu berbeda persepsi dalam mengklasifikasiakn jenis obat psikotropika ini, yang berakibat terjadinya perbedaan pendapat dalam menentukan sanksi atas pengguna barang haram itu. Dalam hal ini ulama berbeda kelopok menjadi 2 kelompok :
1. Dilihat dari sisi pengaruhnya yang ditimbukan, narkoba tergolong khamer. Otomatis dalil Al Quran dan As Sunnah tentang pengharaman khamer juga berlaku bagi narkoba, demikian pula mengenai statusnya sebagai murtakib kabair. Konskuensi seluruh tindakan hukum yang berlaku atas peminum khamer juga berlaku atas pengguna narkoba. Karena keduanya mempunyai illat “memabukkan”. Jika peminum khamer terkena hukum cambuk, maka demikian juga pengguna narkoba. Alim Ulama yang berpendapat demikian itu adalah Syaikhul islam ibnu Taimiyah, Ibnu Hajar Al Ast Qalani, Ibnu Hajar Al Haitami, Az Zarkasi, Adz Dzahabi.
2. Sebagian ulama yang menggolongkan obat obat psikotropika hanya sebagai barang yang membius saja tidak sampai memabukkan. Berdasarkan hal itu hukuman yang dijatuhkan terhadap pengguna narkoba hanya bersifat ta’zir ( peringatan). Bentuk dan jenis hukumannnya diserahkan kepada kebijakan penguasa sesuai dengan kondisi pelakunya. Dan beberapa sudut pandang lain hingga hukuman yang dijatuhkan pemerintah benar benar merupakan periungatan keras atas penyalahguna narkoba. Sampai sampai sebagian ulama berpendapat jika perlu dinaikkan menjadi hukuman mati.

A) Kelompok pertama, mereka yang menggolongkan narkoba ke dalam Khamer.
1. Ibnu Taimiyah berkata,”Hukuman atas peminum khamer adalah dicambuk 80x atau 40x jika ia seorang muslim yang mengakui keharamannya.
2. Ibnu Hajar Al Atsqalani berkata , “setiap yang memabukkan adalah haram sekapilun bukan dalam bentuk minuman termasuk didalamnya Hasyisy dan sejenisnya. Diambil dari mutlaknya hadist nabi bahwa setiap yang memabukkan adalah haram hukumnya”. Demikianlah pendapat yang ditegaskan oleh imam Nawawi dan ulama lainnya.
3. Ibnu hajar Al Makki, “penyalah gunaan Hasysy termasuk dosa besar dan perbuatan fasiq sebagaimana halnya khamr. Semua ancaman berlaku atas peminum khamer juga berlaku atas pengguna hasyisy dan sejenisnya. Sebab keduanya sama sama menghilangkan fungsi akal yang semestinya dijaga. Maka segala sesuatu yang dapat menghilangkan fungsi akal, akan diancam sebagaiman ancaman atas peminum khamer.
4. Imam Az Zarkasi menambahi akan Komentar ibnu hajar al hatimi tentang barang barang memabukkan seperti hasyisy, opium, pala dan banj, seraya berkata, “Sesunguhnya barang yag disebutkan tadi dapat membuat mabuk pemkainya. Sebab secara umum disepakati bahwa pemabuk adalah orang yang tidak karuan cara bicaranya sehingga tersingkaplah rahasia dirinya dan tidak lagi mengenal atas bawah atau panjang pendek.
5. Imam Adz Dhahabi berkata, “Hasyisy semi sintesis yang terbuat dari daun rami haram hukumnya bersadarkan ijma’. Seyogyanya diberlakukan hukum peminum khamer atas pemakainya.
6. Ahli fiqih tidak membedakan antara meminum khamer dengan barang memabukkan lainnya. Mereka kemyatakan bahwa, “setiap yang memabukkan banyak / sedikit hukumnya haram” . semuanya tergolong khamer dan dikenai hukum khamer, yaitu haram dan wajib ditegakkan hukuman atas pemakainya.


B). Kelompok kedua, mereka yang menggolongkan obat spikotropika hanya sebagai
barang yang membius saja, tidak sampai memabukkan.
Berdasarkan hal itu, hukuman yang dijatuhkan terhadap pengguna narkoba hanya bersifat ta’zir ( pelajaran). Bentuk dan jenis hukumannya diserahkan kepada kebijakan pemimpin / penguasa sesuai dengan kemaslahatan yang dirasa perlu, melihat kapasitas kejahatan serta kondisi pelakunya. Ditambah lagi sudut pandang lainnya hingga hukuman yang dijatuhkan pemerintah benar merupakan peringatan keras atas penyalahgunaan narkoba. Sampai sebagian ulama berpendapat, jika perlu dinaikkan menjadi hukuman mati. Sementara jumhur ulama berpendapat bahwa menurut ketentauannya Ta’zir harus lebih ringan dari hukuman peminum Khamer.
Hukuman ta’zir diserahkan menurut kebijakan penguasa. Penguasalah yang menentukan jumlah dan bentuk hukuman melihat kemaslahatan. Penguasa boleh menjatuhkan hukuman mati atau lebih ringan dari itu, jika sekiranya dibutuhkan peringatan yang lebih keras lagi, boleh dijatuhkan sanksi yang lebih berat. Demikian pendaapat imam malik dan beberapa ahli fiqih. Dalam menghadapi hukum ta’zir yang diulas salah seorang qadhi syaikh muhammad bin ibrahim Ali Syaikh berkata, “Perlu anda ketahui bahwa masalah hukum ta’zir ini amat luas cakupannnya. Pemerintah dengan wewenang yang ada ditangannya dapat menetapkan hukuman layak sebagai peringatan keras dan pencegahan meningkatkan kriminalitas. Sebab syariat tidak menetapkan hukuman tertentu, namun besar kecilnya hukuman disesuaikan dengan frekuensi dan kapasitas kejahatannya.


III. IKHTILAF JUMLAH CAMBUKAN ATAS PEMABUK

1. jika seorang terbukti menggunakan barang yang memabukkan, baik khamer atau lainnya, maka hukum harus ditegakkan atas pelaku di dunia. Ini maalah yang sudah maklum bagi segenap muslimin yang tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini. Pengharaman khamer telah ditetapkan nash Al Quran sedangkan hukuman ditetapkan dalam hadist yang shahih. Bentuk dan jenis sanksi bersumber dari ijma.
2. para sahabat dan kaum msulimin sepakat bahwa hukuman bagi peminum khamer adalah dicambuk, namun berbeda pendapat dalam masalah jumlah cambukan antara 40 – 80 x cambukan.
3. dalam hadist Rasulullah,
a) Riwayat Turmudzi, bahwa Rasulullah mencambbuk peminum khamaer 40x dengan sepasang sandal.
b) Riwayat Muslim dalam shahihnya, yaitu perintah ustman kepada Ali untuk mencambuk Al Walid bin Uqbah dalam kasus Khamer. Ustman juga menyuruh Abdullah bin Ja’far. Setelah genap 40x cambukan Ustman meminta mencukup seraya berkata, “ketahuilah bahwa Rasulullah mencambuk pemabuk 40 x demikian Abu Bakar. Lalu Umar mencambuk 80x. semuanya sunnah, namun 40x lebih aku sikai.
c) Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari, “Dalam riwayat itu terdapat penegasan bahwa nabi mencambuk sebanyak 40x. adapun riwayat lain tidak menyebut jumlah cambukan, penyebutan jumlah cambukan hanya terdapat dalam sebagian riwayat, dari anas disebutkan bahwa rasulullah mencambuknya sebanyak 40x. riwayat ini dapat digabungkan dengan riwayat Ali sebagai standar, karena beliau menyebut jumlah secara pasti. Semnetara penyebutan jumlah cambukan dalam riwayat anas hanya sebatas perkiraan.
d) Imam Abu Dawud meriwayatkan dari jalur sanadnya sendiri dalam kitab sunan dari Ali binAbi Thalib bahwa ia berkata, “aku tidak sudi menerima tebusan dari orang yag telah jatuh vonis hukuman terhadapnya, kecuali peminum khamer. Sebab Rasulullah belum menetapkan vonis hukuman tertentu, hukuman yang ditetapkan kepada peminum hanyalah dari kebijakan kami sendiri.
e) Ibnu Hajar berkata, “Dua riwayat dari Ali yang kontradiktif antara riwayat yang menetapkan bahwa Rasulullah mencambuk sebanyak 40 x dan riwayat bahwa Rasulullah tidak menetapkan batasan hukuman tertetnt, dapat kita gabungkan dengan membawakan riwayat yang tidak menetapkan kepada makna bahwa Rasulullah tidak menetapkannya sebanyak 80x atau lebih dari 40 x. dipetik dari ucapan beliau, “itu hanyalah kebijaksaan kami sendiri. Beliau menyinggung tindakan Umar ( cambuk 80x) oleh sebab itu Ali., sekiranya ia terancam mati pada cambukan diatas 40 x. demikian pendapat yang dipilih Ibnu Hazm dan Al Baihaqi.
f) Imam Baikhaqi meriwayatkan dari sunannya, dari Ibnu Abbas berkata, “pecandu minuman keras dimasa Abu Bakar lebih banyak ketimbang masa Rasulullah. Abu Bakar lantas berkata, “kita akan berlakukan hukuman 40x atas mereka!” Abu Bakar kemudian mencambuk pemabuk seanyak yang mereka terima pada zaman rasulullah. Beliau mencambuknya sebanyak 40x. hal ini berlangsung hingga Abu Bakar Wafat.
g) Pada masa Khilafah Umar, beliau mengajak bermusyawarah dengan sahabat lain tentang hukuman atas peminum khamer. Beliau berkata, “Orang orang sudah banyak menggandrunginya dan tidak segan segan menenggaknya!” Saat itu Ali bin Abi Thalib mengajukan pendapat, “ sesungguhnya bila seorang sedang mabuk, ia akan berbicara serampangan, orang berbicara serampangan akan berkata dusta dan menuduh orang yang tidak bersalah, kenakan atasnya hukuman para penuduh(tanpa bukti). Umar lalu menetapkan hukuman penuduh sebanyak 80x cambukan.
h) Diriwayatkan dari Ali, bahwa kadang kala beliau mencambuk lebih dari 80 x. Imam Baikhaqi meriwayatkan dari Sufyan bin Atha’ bin Marwan dari ayahnya berkata, “Suatu ketika dihadapkan kepada Ali seorang habsyi yang berbuka di bulan ramadhan dengan minum khamer. Ali mencambuknya sebanyak 80x. keesokan harinya setelah dilepas, Ali kembali mencambukknya sebanyak 20x. beliau berkata, “sesungguhnya 20x cambukan ini adalah sebagai hukuman pelanggar hak Allah yang kamu lakukan yaitu berbuka ( tiodak berpuasa pada bulan Ramdhan).
i) Dari Muawiyah bin Abi Sufyan ia berkata, Rasulullah bersabda,
إذا شربوا الخمر فاجلدواهم ثم إن شربوا فاجلدوهم ثم إن شربوا فاجلدوهم ثم إن شربوا فاقتلوهم.
Bila mereka minum khamer maka Cambuklah mereka, jika diulangi, hendaklah kamu cambuk. Jika mereka masih mengulaginya, hendaklah kamu cambuk, jika pada keempat kalinya mereka masih juga mengulangi, maka bunuhlah mereka .
j) Dalam kitab Mushannaf, Abduurazaq Ash Shan'ani meriwayatkan dari Ma'mar dari Ibnu Juraij ia berkata, "Ibnu Syihab az Zuhri pernah ditanya , berapa kalikah rasulullah mencambuk peminum khamer?" beliau menjawab, "Rasulullah belum menetapkan batasan hukuman dalam masalah tersebut. Namun beliau perintahkan kepada orang yang menyaksikanuntuk memukulnya dengan tangan dan sandal mereka hingga beliau mengatakan, "Cukup!"
k) Bahkan dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Rasulullah n sama sekali tidak menjatuhkan hukuman, sebagaimana dalam Sunan Abu Dawud dengan sanad shahih dari ibnu Abbas ia menceritakan bahwa, "Rasulullah n tidak menetapkan hukuman tertentu bagi peminum khamer. Ibnu Abbas melanjutkan, "Pernah suatu kali seorang laki mabuk dihadapkan kepada rasulullah ketika tiba disamping rumah Abbas, tiba tiba Ia lepas lalu masuk kerumah itu dan tidak keluar. Peristiwa itupun dilaporkan kepada Nabi, beliau lantas tersenyum mendengarnya dan tidak menajtuhkan hukuman apapun terhadap lelaki itu.
Demikian riwayat riwayat yang meyebutkan hukuman atas peminum khamer. Kalau kita lihat dari beberapa pendapat yang dikemukakan para Ulama diatas adalah kontraduktif. Untuk menarik kesimpulan dari pemaparan pendapat pendapat tersebut kami nukilkan dari pendapat Ibnu Hajar termaktub dalam Fathul Bari.


IV. BEBERAPA PENDAPAT DALAM FATHUL BARI

Perbedaan pendapat dalam masalah banyaknya cambukan yang dijatuhkan bagi peminum narkoba, sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul bari ada 6 pendapat. sebagai berikut :
1. Rasulullah belum menetapkan hukuman tertentu, beliau hanya memukul para peminum khamer, beliau memerintahkan untuk memukul dan mencelanya dengan keras.riwayat tersebut menunjukkan tidak ada batasan hukuman, namun hanya dipukul dan dicela. Sekiranya tindakan itu adalah hukuman, niscaya rasulullah akan menjelaskannya. Namun setelah pecandu minuman keras bertambah banyak jumlahnya pada masa khilafah Umar r.a beliau berinisiatif mengadakan musyawarah dengan bebarapa shahabat sekiranya para shahabat mengetahui hukuman tertentu atas peminum khamer dalam sunnah nabi, tentu Umar tidak akan melampuinya. Sebagaiman mereka tidak melampui hukuman yang dijatuhkan atas para penuduh tanpa bukti. Sekalipun kasus tuduhan tanpa bukti banyak terjadi, bahkan semakin menjadi jadi, sehingga bersepakat dengan menjatuhkan hukuman sebayak 80x. Ali bin Abi thalib berpandanagn bahwa meminum khamaer memicu terjadinya tuduhan tanpa bukti sebagaiman ditetapkan dizaman nabi yaitu 40x. hal itu membuktikan kebenaran pendapat kami, sebab ada semacam perbedaan dalam riwayat yang menyebutkan jumlah 40x seperti riwayat Ali dan Anas. Dengan demikian yang terbaik adalah tidak mengurangi batas minimum hukuman yang dijatuhkan nabi yaitu memukulnya. Karena itulah hukuman yang pasti, baik hal itu dinamakan hukuman atau sekedar peringatan.
2. Batas hukumannya adalah 40xcambukan tidak boleh lebih.
3. Seperti hukuman sebelumnya, namun penguasa boleh menambah jumlah cambukan menajdi 80x. namun apakah tambahan itu berupa hukuman atau peringatan.
4. Batas hukuman adalah 80x cambukan tidak boleh lebih
5. Batas hukuman 80x, hanya saja boleh ditambah sebagai bentuk perinagatan.
6. Jika setelah terkena hukuman sampai tiga kali masih diulang maka yang ke 4 kalinya ia boleh dibunuh. Ada yang berpendapat ke 5 kalinya.
Al Hafidz Ibnu Hajar menambahkan, bahwa imam al qurthubi menggabungkan antara riwayat yang tidak menyebutkan hukuman atas peminum khamer dengan riwayat yang menyebutkan hukuman / peringatan sebagai berikut : "Mulanya tidak ada hukuman khusus atas pemabuk, dengan dalil riwayat Ibnu Abbas menceritakan ada pemabuk yang berlindung dirumah abbas. Setelah itu diberikan sanksi berupa peringatan atasnya sebagaimana yang diungkap dalam riwayat yang tidak menyebutkan jumlah cambukan. Baru kemudian ditetapkan batasan hukuman atas peminum khamer, namun hal itu banyak tidak dikehui oleh para shahabat, kendati mereka meyakini bahwa hukuman tertentu itu mesti ada. Oleh karena abu baker memilih hukuman yang dilaksanakan dihadapan Rasulullah n para shahabatpun menyepakatinya . kemudian melihat kondisi yang mendesak, Umar dan orang bersepakat dengan beliau lebih dari 40x. boleh jadi hal itu berdasarkan ijtihad mereka dan boleh jadi tambahan itu hanya sebagai peringatan.


V. HUKUMAN ATAS PEDAGANG PEMASOK DAN PENGEDAR NARKOBA

Syariat islam tidak hanya menjatuhkan hukuman atas pengguna barang memabukkan semata, namun seluruh pihak yang terlibat dalam kasus penyalahgunannya juga terkena saksi hukum. Abu daud meriwayatkan dalam sunannya dari Ibnu Umar ia berkata, “Rasulullah bersabda,
لعن الله في الخمر شاربها وساقيها وبائعها ومبتاعها وعاصرها ومعتصرها وحاملها والمحمولة إليه
Allah melaknat pemabuk khamer, penuang, penjual, pembeli, pemeras anggur, yang meminta diperaskan, yang membawa dan yang dibawakan.
Perlu diketahui, dalam kitab fiqih klasik tidak disebutkan hukuman tertentu atas pemasok, pengedar dan pedagang obat terlarang. Namun sebagian ahli fikih kontemporer cenderung menjatuhkan hukuman eberat beratnya terhadap pemasok, pengedar dan pedagang narkoba. Hingga mereka menetapkan hukum orang yang memerangi Allah dan RasulNya, yaitu dibunuh, disalib atau dipotong tangan dan kakinya secara bersilangan. Dalam hal ini pemerintah boleh mengambil tindakan sepenuhnya untuk menjaga ketahanan masyarakat dan melindungi mereka dari mara bahaya. Pemerintah boleh menetapkan sanksi yang berat, seperti hukuman penjara, denda, penyitaan dan tindakan lain dapat mewujudkan maslahat bersama dalam rangka menjaga stabilitas kamtibmas. Dengan demikian oknum perusak dapat dieyahkan sekalipun dengan tindakan tegas seperti tembak ditempat dan hukuman mati jika dibutuhkan.
Dalilnya sedabagiua berikut,
a. ketetapan ahli fiqih bahwa pemerintaha boleh menjatuhkan hukuman mati atas oknum yang menyebar kejahatan ditengah umat manusia, baik berbentuk ta’zir atau berbentuk kebijaksanaan politik.
b. Sekiranya hukuman dijatuhkan lebih ringan, maka dia pasti akan melanjutkan aksi perusakan. Kejahatannya tidak dapat dibendung kecuali dengan hukuman mati. Berdasar hal itu, maka pemerintah yang berwenang boleh menjatuhkan hukuman mati sebagai bentuk ta’zir mnaupun dalam bentuk kebijaksanaan politik.
c. Hadist shahih rasulullah berupa perintah membunuh peminum khamer pada ke empat kalinya, bil asebelumnya hukuman telah dijatuhkan atasnya dalam kasus sama, sementara ia tidak juga insaf dari perbuatan itu.
من شرب الخمر فاجلدوه فإن عاد فاجلدوه فان عاد فاجلدوه فان عاد فاقتلوه
Barangsiapa yang meminum khamer, hendaklah kamu mencambbuknya, jika diulangi, hendaklah kamu cambuk. Jika ia masih mengulaginya, hendaklah kamu cambuk, jika pada keempat kalinya ia masih juga mengulangi, maka bunuhlah ia.
Dari hadist diatas jika kita cermat, bahwa peminum khamer yang madharatnya yang ditimbulkannya hanya sebatas dirinya saja, keempat kalinya ia harus dihukum mati. Tentunya yang lebih dari itu, yaitu bagi para pedagang atau pemasok yang sudah jelas jelas menimbulkan madharat lebih luas tidak hanya menimpa perorang, lebih layak mendapat vonis mati dari pada peminum khamer.


VI. SANKSI PENGEDAR NARKOBA DENGAN REALITA YANG ADA

Realita membuktikan bahwa hukuman yang lebih ringan dari hukuman mati yang diterapkan beberapa negara atas pengedar narkoba ternyata tidak berhasil, masih ditemukan kasus penyelundupan. Sementara negara lain yang menerapkan hukuman mati atas pengedar narkoba terbukti berhasil membendung atau meminimalkan dengan menekan penyelundup narkoba.
Majlis Saudi Arabia sendiri telah mengeluarkan fatwa dalam sebuah surat keputusan no. 138 tertanggal 20/6/1407H sebagai berikut :
1. Pertama, mengenai penyelundupan narkoba, hukuman yang ditetapkan atas mereka adalah hukuman mati. Sebab ia menebar kerusakan didalam negeri yang tidak hanya mengenai pengedar saja. Termasuk didalamnya oknum yang mengimpor dan menadah obat terlarang dari luar untuk disebarkan pengedar.
2. Kedua, pengedar narkoba, MUI kerajaan saudi arabia menetapkan keputusan no. 85 tertanggal11/11/1401 H. yang menetapkan sebagai berikut, para pengedar narkoba yang baru pertama dijaring, dikenai hukuman ta’zir yang keras berupa kurungan, cambuk, denda atau ketiganya sekaligus sesuai dengan kebutuhan yang dianggap perlu oleh UU. Bila perbuatan berulang kali dilakukan maka peringatan dapat membendung masyarakat sekalipun harus dibunuh. Sebab dengan perbuatan itu dianggap penyebar kerusakan dan kejahatan mengakar pada dirinya.
Sesuai dengan kesepakatan UU tentang penyalahgunaan narkoba yang berlaku, hukuman atas penyalah guna narkoba adalah sebagai berikut :
1. Mengenai pedagang, pengedar dan yang membagi bagikan narkoba dikenai hukuman lima belas tahun penjara dan denda sebesar 25 000 riyal atau hukuman lain yang mengandung maslhat peradilan mahkamah syar’i.
2. orang yang terlibat kerja sama dan membantu penyelundupan narkoba dikenai hukuman 7 tahun penjara dan dicopot dari jabatan pemerintahan bila ia pejabat.
3. pengguna narkoba dikenai hukuman 2 tahun penjara di samping hukuman peringatan lain yang ditetapkan mahkamah peradilan syar’i.


PENUTUP
Di penghujung penutupan ini, kami simpulkan dari apa yang telah kami bahas dalam makalah ini sebagai berikut :
1. Sanksi yang dijatuhkan atas pemabuk sama dengan sanksi yang dijatuhkan atas pemakai narkoba.
2. Sanksi yang dijatuhkan atas pengedar narkoba / pemasarnya / pemasok, tentunya harus lebih berat dari pengkomsumsinya.
3. Perbedaan pendapat dalam masalah banyaknya cambukan yang dijatuhkan bagi peminum narkoba, sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul bari ada 6 pendapat.
4. Ringkasan dari apa yang dikemukakan oleh Ibnu hajar sebagi berikut, mulanya Rasulullah memberikan toleransi hokum atas pemabuk karena pengharaman belum berlangsung lama. Namun ketika terjadi suatu yang dimaklumi, beliau menghukum dengan pukulan dan cambuk meskipun beliau belum menetapkan batasannya. Sementara hadist dari Muawiyah yang menyebutkan hukuman mati jika setelah dihukum dalam kasus sama selama 4x atau 5x merupakan pendapat fuqaha madhzab dhahiriyah dan imamiyah, namun hokum tersebut sudah terhapus dengan hadist riwayat Abdurrazaq serta Ulama lainnya dari Qubhaishah bin Dhuwaib.lalu dihadapkan kepada beliau seorang pemabuk yang tetap mengulangi perbuatan hingga 4 x dan beliaupun telah menghapus hukuman mati atas peminum khamaer sebagai dispensasi atas umat manusia. ijma kaum muslin menyatakan bahwa pemabuk tidak dikenai hukuman mati.
5. berdasarkan uraian dari kitab Fathul Bari (makalah hal 5), pendapat ke-2, 3, 4, 5 dapat diringkas menjadi dua pendapat saja yaitu :
a) hukuman cambuk atas peminum khamer dan barang memabukkan adalah 80x inilah pendapat mayoritas ahlu fiqih seperti Imam Malik, Abu Hanifah, Asy Syafi'I, Imam Ahmad, Ats Tsauri, Al Auza'I dan Ibnu Al Mundzir. Sementara sebagian ahli fiqih lainnya berpendapat hukuman 40x adalah Imam Abu Tsaur, Daud, Ahmad dan Asy Syafi'i.
b) sebagian ulama terdahulu dan sekarang mengatakan bahwa sanksi yang dijatuhkan atas pemabuk bukanlah katagori hukuman. Namun cenderung bersifat Ta'zir. Pendapat ini dikemukakan oleh Ath Thabari dan Ibnu Mudzir dengan berdalil beberapa hadist shahih dari Rasulullah yang tidak menyebutkan secara jelas jumlah pukulan. Yang paling jelas adalah hadist Anas. Namun juga tidak menetapkan jumlah 40x secara tegas. Adapun Ulama sekarang yang yang berpendapat demikian adalah Dr. Abdul 'Adzim bin Syarafuddin, Dr. Muhammad Salim Al 'Awwafi, dan Syaikh Muhammad Syaltut.
6. Pendapat terpilih dari kesimpulan no. 5 adalah sebagaimana menurut jumhur ahlu ilmi adalah hokum cambuk 80x. jumlah cambukan tersebut baru ditetapkan pada masa Khalifah Umar atas hasil Musyawarah beliau dengan para shahabat. Ali juga demikian dan seluruh sahabat menyepakati pendapat tersebut.
7. Menurut hemat kami sebagaimana perkataan Imam Asy Syaukani, "Barangsiapa yang secara sadar minum khamer, maka berhak mendapat hukuman cambuk menurut kebijakan imam, boleh dicambuk 40x, lebih dari itu atau kurang sekalipun hanya dipukul dengan sandal.


REFERENSI
 Qawaidul Ahkam Fi Maslihil Anam
 Majmu’ Fatawa, syaikhul islam ibnu taimiyah.
 Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Ast Qalani
 Az Zawajir fi Iqtirabil Kabair, Ibnu Hajar Al Haitsami
 Bidayatul mujtahid, Ibnu Rusdy
 Al Mughni, Ibnu Qadamah.
 Al Muhadzdzab
 Sunan Abu Dawud,
 Sunan Al Baikhaqi,
 Mushannaf Abdurrazaq Ash Shan’ani
 musnad imam ahmad,
 Nailul Author, Asy Syaukani
 At Tasyri' Al Islami Al Jina'I, Abdul Qadir 'Audah
 Ad Durarul Bahiyyah.

posted under |

0 komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

(PILIHLAH JAWABAN YANG BENAR) 2 x 2 : 2 + 2 - 2 = ...

Followers


Recent Comments