Ustadz bukan Nabi
بسم الله الرحمن الرحيم
DAFTAR ISI
• Mukadimah
o Mengapa Sih Buku Ini Ditulis?
o Siapa Sih yang Nulis Buku Ini?
o Apakah Alloh Meridhai Tulisan Ini? Atau Tidak?
• NABI KOK DIKRITISI
• USTADZ KOK DIKRITISI
• KRITIK PEDAS UNTUK NABI
• KRITIK PEDASSS UNTUK USTADZ
• ‘Umar! Anda Kukritik Meski Anda Dapat Ilham
• ‘Utsman! Anda Kukritik Meski Anda Dzun Nurain
• ‘Ali! Anda Kukritik Meski Anda Gudang Ilmu
• Abu Hurairah! Anda Kukritik Meski Anda Syaikhul Huffazhil
• Ibnu ‘Abbas! Anda Kukritisi Meski Anda Habrul Ummah
• Abu Thalhah! Anda Kukritisi Meski Anda Shahabi Masyhur
RAHASIA RASUL – NABI – USTADZ - USTADZAH
• Siapa Rasul & Siapa Nabi Itu?
• Berapa Jumlah Nabi?
• Siapakah Nabi Paling Jos?
• Nabi Seribu Istri
• Kehebatan Nabi Muhammad saw Bersama Istri
• Siapa Ustadz Itu?
• Apa Beda Ustadz dan Ustadzah?
• Apa Beda Ustadz dan Nabi?
• Keistewaan Nabi Saw
Mukadimah .
Mukadimah ini membedah kemungkinan bisikan-bisikan hati orang saat matanya tertuju pada judul aneh bagi kuteb ini. Silakan dinikmati, insyaAlloh ada manfaatnya bila dibaca secara perlahan dan dengan perenungan hati yang suci.
- Mengapa Sih Buku Ini Ditulis ?
“Ada sebab ada akibat”, begitu bunyi sebuah pepatah.
“Hak orang bodoh adalah diberitahu/diberi informasi/diberi ilmu. Bukan disalah-salahkan atau dihinakan atau dihukum”, demikian kata ulama sangat mengambil pelajaran dari hadits tentang orang Arab badui kencing di dalam masjid. “Siapa yang mampu memberi manfaat kepada saudaranya, hendaklah melakukan”, demikian salah satu wasiat Nabi saw.
“Siapa melihat kemungkaran, hendaklah mengubah dengan tangan, atau mulut, atau mengingkari dengan hati”, demikian wasiat Nabi saw.
Buku ini misinya ringkas & sederhana: hendak membagi informasi kepada muslimin berkait sebuah kemungkaran yang merata pada sebagian mereka sementara hal itu diyakini sebagai sikap yang benar, yaitu bahwa seorang ustadz atau ulama` besar jangan diselisihi dan tidak boleh dikritiki serta harus bungkam di bawah pendapat-pendapatnya meskipun pada lahirnya bertentangan dengan dalil shahih. Itu saja. Semoga Alloh Swt berkenan mencurahkan keberkahan dalam buku ini sehingga memberikan manfaat yang dapat mengalirkan pahala kepada penulisnya. Âmîn.
- Siapa Sih yang Nulis Buku Ini ?
Tampaknya kali ini kebijaksanaan menetapkan bahwa penulis kuteb ini tidak perlu disebut namanya. Selain untuk menjaga kelurusan niat penulisnya, juga agar objek dari buku tidak mendapatkan perasaan tidak enak kepada penulisnya setelah membacanya. Alloh Swt Mahatahu siapa penulisnya meskipun tidak disebut namanya dan apa niat yang diselipkan dalam relung hatinya. Alloh Swt memang Mahalembut.
- Apakah Alloh Meridhai Tulisan Ini? Atau Tidak ?
Konon ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz (khalifah kelima dari khulafa`ur rasyidin) beberapa kali menghentikan khutbahnya secara tiba-tiba di tengah-tengah berkhutbah. Saat ditanya, beliau menjawab, “Terkadang ada perasaan dalam hati yang kukhawatirkan menyebabkan Alloh Swt tidak meridhai ucapanku ini (mungkin khawatir takjub dengan khutbahnya sendiri).” Jadi prinsipnya adalah: Bila Antum tidak malu, lakukanlah! Atau: Bila Anda yakin diridhai oleh Alloh Swt, majulah! “RAGU-RAGU, MUNDUR BO!”
NABI KOK DIKRITISI .
Alloh Swt menegaskan:
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا (65) النساء.
“Maka demi Rabb-mu, mereka tidak beriman (secara sempurna) hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” Q.S. an-Nisa` (4): 65.
Jadi mengkritisi kebijakan Nabi saw adalah haram. Demikian kaidah umum dalam hal ini. Adapun mengkritisi pemahaman seorang ustadz, maka:
USTADZ KOK DIKRITISI .
Imam Malik bin Anas yang bergelar Imam Dâril Hijrah alias Imam Madinah mengukir kata-kata indah yang diabadikan oleh ulama`:
كل أحد يؤخذ من قوله و يرد إلا صاحب هذا القبر.
“Setiap orang dapat diambil sebagian ucapannya atau ditolak, selain penghuni kuburan ini.” (Sambil menunjuk ke arah kuburan Nabi saw)
Demikianlah fiqih yang dalam dari Imam Malik; menegaskan tanpa ragu-ragu bahwa manusia selain nabi bisa saja DIKRITISI, sebagaimana bisa saja dianut ucapannya. Artinya, bila ucapannya benar hendaknya diikuti, namun bila salah haruslah ditinggalkan.
KRITIK PEDAS UNTUK NABI .
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ قَالَ بَيْنَا النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - يَقْسِمُ ذَاتَ يَوْمٍ قِسْمًا فَقَالَ ذُو الْخُوَيْصِرَةِ - رَجُلٌ مِنْ بَنِى تَمِيمٍ - يَا رَسُولَ اللَّهِ اعْدِلْ. قَالَ «وَيْلَكَ مَنْ يَعْدِلُ إِذَا لَمْ أَعْدِلْ». فَقَالَ عُمَرُ ائْذَنْ لِى فَلأَضْرِبْ عُنُقَهُ. قَالَ « لاَ، إِنَّ لَهُ أَصْحَابًا يَحْقِرُ أَحَدُكُمْ صَلاَتَهُ مَعَ صَلاَتِهِمْ، وَصِيَامَهُ مَعَ صِيَامِهِمْ، يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمُرُوقِ السَّهْمِ مِنَ الرَّمِيَّةِ.
Abu Sa’id al-Khudri bercerita, “Saat Nabi saw membagikan sesuatu pada suatu hari, Dzul Khuwaishirah seorang lelaki dari Bani Tamim menegur, “Hai Rasulullah berlaku adillah.” Beliau menjawab, “Celaka kau. Siapa lagi yang akan berlaku adil bila aku tidak berlaku adil.” ‘Umar berkata, “Izinkan aku memukul tengkuknya.” Beliau menjawab, “Tidak. Dia ini memiliki teman-teman yang seseorang dari kalian menilai remeh shalatnya bila dibandingkan dengan shalat mereka, atau puasanya dibandingkan puasa mereka, namun mereka keluar dari agama ini bagaikan anak panah melesat keluar dari buruan sasarannya (tanpa ada bekas darahnya karena begitu cepat keluar menembus tubuhnya).” HR Muslim.
KRITIK PEDASSS UNTUK USTADZ .
‘Umar bin Khaththab ra pernah menegur para ulama di masa beliau:
إِنَّ حَدِيثَكُمْ شَرُّ الْحَدِيثِ وَ إِنَّ كَلاَمَكُمْ شَرُّ الْكَلاَمِ إِنَّكُمْ قَدْ حَدَّثْتُمُ النَّاسَ حَتَّى قِيْلَ "قَالَ فُلاَنٌ" و "قَالَ فُلاَنٌ" فَتُرِكَ كِتَابُ اللهِ! فَمَنْ كَانَ قَائِمًا فَلْيَقُمْ بِكِتَابِ اللهِ وَ إِلاَّ فَلْيَجْلِسْ. (الإحكام 6/822)
“Sungguh ucapan kalian adalah ucapan terburuk, dan perkataan kalian adalah perkataan terburuk. Kalian telah berkata-kata kepada orang banyak hingga dikatakan “Menurut fulan”, “Menurut fulan”, maka Kitabullah di-tinggalkan! Maka siapapun berdiri (berkhutbah) hendaklah berdiri (menyam-paikan) Kitabullah. Bila tidak, hendaklah duduk saja.” (Riwayat Ibnu Hazm)
‘Umar! Anda Kukritik Meski Anda Dapat Ilham .
عَنِ الشَّعْبِىِّ قَالَ : خَطَبَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ النَّاسَ فَحَمِدَ اللَّهَ تَعَالَى وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَقَالَ : أَلاَ لاَ تُغَالُوا فِى صَدَاقِ النِّسَاءِ فَإِنَّهُ لاَ يَبْلُغُنِى عَنْ أَحَدٍ سَاقَ أَكْثَرَ مِنْ شَىْءٍ سَاقَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَوْ سِيقَ إِلَيْهِ إِلاَّ جَعَلْتُ فَضْلَ ذَلِكَ فِى بَيْتِ الْمَالِ. ثُمَّ نَزَلَ فَعَرَضَتْ لَهُ امْرَأَةٌ مِنْ قُرَيْشٍ فَقَالَتْ : يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ أَكِتَابُ اللَّهِ تَعَالَى أَحَقُّ أَنْ يُتَّبَعَ أَوْ قَوْلُكَ قَالَ : بَلْ كِتَابُ اللَّهِ تَعَالَى فَمَا ذَاكَ؟ فَقَالَتْ : نَهَيْتَ النَّاسَ آنِفًا أَنْ يُغَالُوا فِى صَدَاقِ النِّسَاءِ وَاللَّهُ تَعَالَى يَقُولُ فِى كِتَابِهِ ( وَآتَيْتُمْ إِحْدَاهُنَّ قِنْطَارًا فَلاَ تَأْخُذُوا مِنْهُ شَيْئًا) فَقَالَ عُمَرُ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ : كُلُّ أَحَدٍ أَفْقَهُ مِنْ عُمَرَ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلاَثًا ثُمَّ رَجَعَ إِلَى الْمِنْبَرِ فَقَالَ لِلنَّاسِ : إِنِّى كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ أَنْ تُغَالُوا فِى صَدَاقِ النِّسَاءِ أَلاَ فَلْيَفْعَلْ رَجُلٌ فِى مَالِهِ مَا بَدَا لَهُ. هَذَا مُنْقَطِعٌ. (هق 14725)
Sya’bi bercerita, “’Umar bin Khaththab menyampaikan khutbah kepada orang banyak, maka dia memuji Alloh Ta’ala dan menyanjung-Nya, dan mengatakan, “Ingatlah! Janganlah kalian mempermahal mahar wanita, sebab setiap kali sampai kepadaku dari seseorang bahwa ia mengambil mahar lebih banyak daripada mahar Rasulullah saw. pastilah kelebihannya akan kuletakkan pada baitul mal. Kemudian dia turun, maka seorang perempuan dari Quraisy menghadangnya lalu MENGKRITIK, “Hai Amirul mukminin, apakah Kitabullah lebih berhak diikuti, ataukah ucapanmu (fatwamu)?” Umar menjawab, “Tentulah Kitabullah. Ada apa gerangan?” Dia menjawab, “Anda tadi melarang orang-orang mempermahal mahar, sementara Alloh Ta’ala menegaskan dalam Kitab-Nya, “… sementara kalian telah memberikan qinthar (harta dalam jumlah sangat besar) maka janganlah kalian ambil sedikitpun”, lalu ‘Umar ra berkata, “Setiap orang lebih paham daripada ‘Umar” –diulang 2 atau 3x, kemudian ia kembali ke mimbar lalu berkhutbah di hadapan orang banyak, “Sungguh aku telah melarang kalian memahalkan mahar. Ingatlah! Hendaklah seorang lelaki memperlakukan hartanya sesuai keinginannya. (HR Baihaqi & Abu Ya’la; hadits ini munqathi’. Dalam sanadnya terdapat Mujalid bin Sa’id, terdapat kelamahan padanya dan ada yang menilainya tsiqat).
‘Utsman! Anda Kukritik Meski Anda Dzun Nûrain .
عَبْد الرَّحْمَنِ بْن يَزِيدَ: صَلَّى بِنَا عُثْمَانُ بِمِنًى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ، فَقِيلَ ذَلِكَ لِعَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ فَاسْتَرْجَعَ ثُمَّ قَالَ صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ بِمِنًى رَكْعَتَيْنِ، وَصَلَّيْتُ مَعَ أَبِى بَكْرٍ بِمِنًى رَكْعَتَيْنِ، وَصَلَّيْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ بِمِنًى رَكْعَتَيْنِ، فَلَيْتَ حَظِّى مِنْ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ رَكْعَتَانِ مُتَقَبَّلَتَانِ.
‘Abdurrahman bin Yazid bercerita, “’Utsman bin ‘Affan ra mengimami kami di Mina 4 rekaat, maka hal itu dilaporkan kepada Ibnu Mas’ud ra (sebab Ibnu Mas’ud pernah mengajarkan bahwa shalat saat safar bukan 4 rekaat tetapi diqashar menjadi 2 rekaat), maka Ibnu Mas’ud membaca istirja` (innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji’ûn) kemudian MENGKRITIK, “Aku shalat bersama Rasulullah saw di Mina 2 rekaat, juga shalat bersama Abu Bakr ra di Mina 2 rekaat, juga shalat bersama ‘Umar bin khaththab ra di Mina 2 rekaat. Amboi semoga dari 4 rekaat yang kulakukan ini terdapat 2 rekaat yang diterima (oleh Alloh Swt).” Muttafaqun ‘alaih.
Demikianlah kritikan cukup pedas Ibnu Mas’ud ra kepada ‘Utsman ra yang saat itu menjabat sebagai khalifah. Dikatakan cukup pedas karena seolah-olah dia berkata, “Shalat itmam (4 rekaat) saat safar ini bid’ah; jadi tidak diterima oleh Alloh Swt. Semoga dari 4 rekaat yang terpaksa kulakukan –karena saya makmum kepada ‘Utsman- ini terdapat 2 rekaat yang diterima oleh Alloh Swt, karena yang sesuai sunnah adalah 2 rekaat, sementara syarat diterimanya amal adalah bila ikhlas dan sesuai sunnah.” Sungguh ini pedas.
‘Ali! Anda Kukritik Meski Anda “Pintu Ilmu”
عَنْ عِكْرِمَةَ أَنَّ عَلِيًّا - رضى الله عنه - حَرَّقَ قَوْمًا، فَبَلَغَ ابْنَ عَبَّاسٍ فَقَالَ لَوْ كُنْتُ أَنَا لَمْ أُحَرِّقْهُمْ، لأَنَّ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « لاَ تُعَذِّبُوا بِعَذَابِ اللَّهِ ». وَلَقَتَلْتُهُمْ كَمَا قَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - « مَنْ بَدَّلَ دِينَهُ فَاقْتُلُوهُ ».
Dari ‘Ikrimah, bahwa ‘Ali ra membakar suatu kaum, lalu hal itu sampai kepada Ibnu ‘Abbas, maka dia MENGKRITIK, “Seandainya aku yang berbuat pasti tidak kubakar mereka, sebab Nabi saw bersabda: “Janganlah kalian menyiksa dengan siksaan Alloh.” Namun akan kubunuh mereka, sebagaimana sabda Nabi saw: “Siapapun yang berganti agama (menjadi non muslim), maka bunuhlah dia!” HR Bukhari.
Tahukah Antum siapa ‘Ali ra dan siapa Ibnu ‘Abbas ra.? ‘Ali ra termasuk as-sâbiqûnal awwalûn (sahabat yang pertama-tama masuk Islam), sementara Ibnu ‘Abbas ra adalah anak kecil yang saat Nabi saw wafat umurnya belum genap 13 tahun. Beda jauh! Akan tetapi ilmu Nabi saw harus diutamakan daripada ilmu orang lain! Sekali-kali tidak akan Ibnu ‘Abbas ra mengatakan, “Lha wong ‘Ali saja berpendapat begitu, kok kamu berani menyelisihi pendapatnya. Kamu itu siapa, padahal Ali adalah gudang ilmu!” Tidak pernah dia berkata demikian! Waspadalah terhadap pengkultusan terhadap pendapat ustadz, sehingga seolah-olah ustadz adalah Nabi dan pendapatnya harus selalu dipegangi meskipun orang yang menyelisihinya mendasarkan pendapatnya pada hadits Nabi saw. Bisa jadi orang tidak menyadari pengkultusan ini karena termakan TALBIS dari IBLIS. Iblis dapat merayu, “Itu adalah penghormatan kepada ustadz, jadi jangan sekali-kali menyelisihi pendapat ustadz.” Iblis membiuskan bisikan tak terdengar dan tak terasa, “Meskipun berbeda dengan hadits Nabi saw, tetapi pendapat ustadz itu mungkin saja berdasarkan dalil lainnya.” Sungguh merugi pelajar ilmu yang mau DITALBIS oleh IBLIS, dan sungguh bangkrut kubro orang yang tidak menyadari TALBIS dari IBLIS, sebab talbisnya selalu dipoles hiasan meskipun berupa tai busuk menyengat.
Disebutkan dalam hadits PALSU: “Aku adalah kota ilmu, sementara ‘Ali adalah pintunya. Siapapun yang menghendaki ilmu hendaklah ia mendatangi lewat pintunya.” Hadits ini bathil secara sanad dan matan sekaligus. (Lihat adh-Dha’ifah 2955)
Abu Hirr Syaikhul huffazh! Anda Kukritik JOTOS!
قَالَ رَسُول اللَّهِ: « يَا أَبَا هُرَيْرَةَ ». وَأَعْطَانِى نَعْلَيْهِ قَالَ « اذْهَبْ بِنَعْلَىَّ هَاتَيْنِ فَمَنْ لَقِيتَ مِنْ وَرَاءِ هَذَا الْحَائِطِ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ مُسْتَيْقِنًا بِهَا قَلْبُهُ فَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ » فَكَانَ أَوَّلَ مَنْ لَقِيتُ عُمَرُ فَقَالَ مَا هَاتَانِ النَّعْلاَنِ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ. فَقُلْتُ هَاتَانِ نَعْلاَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بَعَثَنِى بِهِمَا مَنْ لَقِيتُ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ مُسْتَيْقِنًا بِهَا قَلْبُهُ بَشَّرْتُهُ بِالْجَنَّةِ. فَضَرَبَ عُمَرُ بِيَدِهِ بَيْنَ ثَدْيَىَّ فَخَرَرْتُ لاِسْتِى فَقَالَ ارْجِعْ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ فَرَجَعْتُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَأَجْهَشْتُ بُكَاءً وَرَكِبَنِى عُمَرُ فَإِذَا هُوَ عَلَى أَثَرِى فَقَالَ لِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَا لَكَ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ ». قُلْتُ لَقِيتُ عُمَرَ فَأَخْبَرْتُهُ بِالَّذِى بَعَثْتَنِى بِهِ فَضَرَبَ بَيْنَ ثَدْيَىَّ ضَرْبَةً خَرَرْتُ لاِسْتِى قَالَ ارْجِعْ. فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يَا عُمَرُ مَا حَمَلَكَ عَلَى مَا فَعَلْتَ ». قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ بِأَبِى أَنْتَ وَأُمِّى أَبَعَثْتَ أَبَا هُرَيْرَةَ بِنَعْلَيْكَ مَنْ لَقِىَ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ مُسْتَيْقِنًا بِهَا قَلْبُهُ بَشَّرَهُ بِالْجَنَّةِ. قَالَ « نَعَمْ ». قَالَ فَلاَ تَفْعَلْ فَإِنِّى أَخْشَى أَنْ يَتَّكِلَ النَّاسُ عَلَيْهَا فَخَلِّهِمْ يَعْمَلُونَ. قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « فَخَلِّهِمْ ».
Rasulullah bersabda, “Hai Abu Hurairah!” dan beliau memberikan kedua sandal beliau kepadaku. “Pergilah membawa 2 sandal ini, lalu siapapun yang Anda jumpai di belakang kebun ini, bila ia bersaksi secara yakin dalam hati bahwa tidak ada Ilah selain Alloh maka berilah kabar gembira akan mendapatkan jannah.” Ternyata orang yang kujumpai pertama kali adalah ‘Umar, dan dia bertanya, “Ada apa 2 sandal ini hai Abu Hurairah?” Kujawab, “Ini 2 sandal Nabi saw. Beliau mengutusku dengan sandal ini untuk memberikan kabar gembira jannah kepada siapapun yang kutemui bersaksi bahwa tiada Ilah selain Alloh secara yakin dalam hatinya.” Lalu ‘Umar pun memukul dengan telapak tangannya di tengah dadaku hingga aku pun tersungkur pada bokongku.” Dia menegur, “Kembalilah hai Abu Hurairah!” Aku pun kembali kepada beliau dalam keadaan terisak, dan ternyata ‘Umar datang membuntutiku, maka beliau bertanya, “Ada apa hai Abu Hurairah?” Kujawab, “Aku berjumpa ‘Umar lalu kukabari perintah Anda, maka ia memukul di tengah dadaku dengan suatu pukulan dahsyat hingga aku tersungkur pada pantatku dan ia suruh aku kembali. Nabi saw bertanya, “Hai Umar, apa yang menyebabkanmu melakukan ini?” Dia menjawab, “Hai Rasulullah, (kutebus Anda) dengan bapak dan ibuku, benarkah Anda mengutus Abu Hurairah dengan kedua sandal Anda kepada setiap orang yang bersyahadat bahwa tidak ada Ilah selain Alloh dengan yakin dalam hatinya, agar ia beri kabar gembira akan mendapatkan jannah?” Beliau jawab, “Ya.” Umar usul, “Jangan Anda lakukan, sebab aku khawatir orang-orang pasrah (terhadap takdir). Biarkanlah mereka beramal.” Nabi saw bersabda, “Maka biarkanlah mereka.” HR Muslim.
Demikianlah kisah mengejutkan ini, Abu Hurairah ra DIKRITIK oleh ‘Umar ra dengan disertai JOTOSAN dahsyatnya itu. Hingga ia njempalik (jw).
Ibnu ‘Abbas Habrul Ummah! Anda Kukritisi Juga Nih
عَنْ أَبِى جَمْرَةَ قَالَ كُنْتُ أُتَرْجِمُ بَيْنَ يَدَىِ ابْنِ عَبَّاسٍ وَبَيْنَ النَّاسِ فَأَتَتْهُ امْرَأَةٌ تَسْأَلُهُ عَنْ نَبِيذِ الْجَرِّ فَقَالَ إِنَّ وَفْدَ عَبْدِ الْقَيْسِ أَتَوْا رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم... وَنَهَاهُمْ عَنِ الدُّبَّاءِ وَالْحَنْتَمِ وَالْمُزَفَّتِ.
Abu Jamrah bercerita, “Aku dulu biasa menjadi penerjemah antara Ibnu ‘Abbas dengan orang-orang. Suatu kali dating seorang perempuan bertanya mengenai peraman dalam guci, maka beliau membacakan dalil, “Sesungguh-nya tamu utusan ‘Abdul Qais datang kepada Nabi saw … lalu beliau melarang mereka dari (memakai) 4 wadah: dubba` (wadah dari buah labu), hantam (wadah dari tanah liat), muzaffat/muqayyar (wadah yang diolesi ter/aspal), dan naqir (wadah dari batang pohon kurma). Muttafaqun ‘alaih.
Syaikh Walid Muhammad Nabih Saifun Nashr (murid Syaikh al-Albani) MENGKRITIK, “Demikianlah fatwa Ibnu ‘Abbas, padahal hadits yang ia sebutkan itu telah mansukh. Ternyata ulama besar sekaliber Ibnu ‘Abbas ra bisa salah juga, karena memang manusia selain nabi tidaklah ma’shum.” Jadi selain nabi boleh dikritik, bahkan harus dikritik bila dia menyelisihi Al-Qur’an atau Sunnah.
Abu Thalhah Shahâbi Bapak Shahâbi! Anda Kukritisi
عَنْ أَنَسٍ: مُطِرْنَا بَرَدًا وَأَبُو طَلْحَةَ صَائِمٌ، فَجَعَلَ يَأْكُلُ مِنْهُ، قِيلَ لَهُ: أَتَأْكُلُ وَأَنْتَ صَائِمٌ؟ قَالَ: إِنَّمَا هَذَا بَرَكَةٌ
Anas ra bercerita, “Kami mengalami hujan embun, sementara Abu Thalhah sedang berpuasa, lalu dia makan dari hujan embun tersebut. Ditanyakan, “Anda makan padahal sedang berpuasa?” Dia menjawab, “Ini hanyalah berkah.” (dalam riwayat lain: “Ini bukan makanan.”) HR Ahmad. Menurut Syaikh al-Arna`uth sanad hadits ini shahih, dan berisi rawi-rawi Syaikhain.
Lihatlah bagaimana Syaikh al-Albani yang orang sekarang (wafat pada tahun 2000 M) MENGKRITIK Abu Thalhah ra yang notabene sahabat Nabi saw yang masyhur, dengan menegaskan:
و هذا الحديث الموقوف من الأدلة على بطلان الحديث المتقدم : " أصحابي كالنجوم بأيهم اقتديتم اهتديتم "، إذ لو صح هذا لكان الذي يأكل البرد في رمضان لا يفطر اقتداء بأبي طلحة رضي الله عنه، و هذا مما لا يقوله مسلم اليوم فيما أعتقد. (الصحيحة 1/140)
“Hadits mauquf ini termasuk dalil-dalil yang menunjukkan kebatilan hadits yang lalu: “Para sahabatku bagaikan bintang-bintang, dengan siapapun kalian mengikuti pasti kalian mendapat petunjuk.” Sebab bila ini benar, berarti orang yang melahap embun pada bulan Ramadhan tidak batal puasanya, karena ia mengikuti Abu Thalhah ra, dan pendapat ini menurut keyakinan saya tidak ada satu pun muslim yang memeganginya saat ini.”
Beda Rasul dengan Nabi saw .
Syaikh al-Albani menulis dalam ash-Shahihah 6/167:
النبي من بعث لتقرير شرع سابق، و الرسول من بعثه الله بشريعة يدعو الناس إليها، سواء كانت جديدة أو متقدمة. و الله أعلم.
“Nabi adalah orang yang diutus untuk meneguhkan syariat yang lampau (yang berlaku pada nabi sebelumnya), sedangkan rasul adalah orang yang diutus oleh Alloh (membawa) syariat yang dia serukan manusia kepadanya, baik syariat itu baru atau telah lampau.”
Berapa Jumlah Nabi/Rasul ?
Alloh Swt menegaskan:
وَرُسُلًا قَدْ قَصَصْنَاهُمْ عَلَيْكَ مِنْ قَبْلُ وَرُسُلًا لَمْ نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا.
“Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.” Q.S. an-Nisa` (4): 164.
Jumlah nabi amatlah banyak. Adapun 25 nabi yang terkenal itu maksudnya adalah nabi-nabi yang disebutkan namanya dalam Al-Qur’an.
Rasulullah saw bersabda:
"كَانَتِ الرُّسُلُ ثَلاَثَمِائَةٍ وَ خَمْسَةَ عَشَرَ ".
“Para rasul berjumlah 315 orang.” HR Abu Bakr ar-Razzaz dari hadits Abu Umamah ra.; (ash-Shahihah 2668)
Siapakah Nabi Paling Jos ?
Rasulullah saw bersabda:
أَنَا سَيِّدُ النَّاسِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَهَلْ تَدْرُونَ مِمَّ ذلِكَ
“Aku adalah pemuka manusia semua di hari kiamat. Tahukah kalian mengapa demikian?” HR Bukhari dari Abu Hirr ra.
Nabi Seribu Istri .
Nabi Muhammad saw meninggalkan 11 istri saat wafat, dan ke-11 istri tersebut dilarang dinikahi oleh umat beliau sebab mereka adalah ummahâtul mukminîn (ibu bagi kaum mukminin). Beristri 11 orang dalam 1 waktu adalah sunnah Nabi saw yang tidak boleh ditiru oleh ummat beliau, sebab meskipun itu sunnah akan tetapi menjadi khushushiyah (kekhususan) bagi beliau, sebagaimana bersentuhan dengan perempuan non mahram merupakan khushushiyah bagi beliau juga (Lihat Fathul Bari).
Ternyata ada nabi yang lebih banyak istrinya. 99 + 1 = 100. Konon itulah jumlah istri Nabi Dawud as. Wallahu a’lam. Adapun Nabi Sulaiman putra Nabi Dawud as, memang beliau memiliki 60 istri (buktikan pada: hadits Abu Hirr ra riwayat Bukhari K. Tauhid), atau 70 istri (buktikan pada: hadits Abu Hirr ra riwayat Bukhari K. Ahaditsul Anbiya`), atau 90 istri (buk-tikan pada: hadits Abu Hirr ra riwayat Bukhari K. Aimân wan Nudzûr), atau 99/100 istri buktikan pada: hadits Abu Hirr ra riwayat Bukhari K. Jihad).
Antum mungkin bertanya, “Mana yang benar? Istri Sulaiman as 60, 70, 90, 99, atau 100 orang?” Jawabnya mudah! Semua benar, sebab semua disebutkan dalam hadits shahih. Ulama telah menelurkan sebuah kaidah ilmiah berbunyi nyaring: الْعَدَدَ لاَ مَفْهُومَ لَهُ. (Bilangan tidak memiliki mafhum)
“Apa itu ‘mafhum’ Kang Santri?” Tanya sebuah SMS ILMIAH.
Dijawab: Mafhum adalah kebalikan dari manthuq. Manthuq adalah yang diucapkan, jadi mafhum adalah yang tak terucapkan. Dalam hal ini, manthuq-nya adalah bilangan 60-70-90-99-100, sedang mafhum-nya adalah bilangan selain itu. Jadi, penyebutan bilangan 60 tidak berarti bahwa “istri beliau hanya 60 dan tidak lebih atau kurang dari 60”. Karena bilangan 60 di sini tidak memiliki mafhum. Bisa jadi 60 itu adalah jumlah istri dalam satu kota, 70 adalah jumlah istri yang masih muda, 90 adalah jumlah istri baik yang dinikahi saat perawan atau sudah janda, 100 adalah jumlah keseluruh-an, misalnya.
Mungkin Antum bertanya lagi, “Kalau istrinya 100, bagaimana cara beliau menjalankan kewajiban mengumpuli mereka?”
Jawabnya amat mudah! Kekuatan ada di Tangan Alloh Swt. Lâ haula wa lâ quwwata illâ billâh, dan istighfar adalah penguat jiwa & raga (buktikan pada surah Hud [11]: 52). Agar jawaban yang gamblang ini semakin terang benderang, mari kita simak hadits shahih berikut ini:
Kehebatan Nabi Muhammad saw Bersama Istri .
قَالَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ كَانَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم يَدُورُ عَلَى نِسَائِهِ فِى السَّاعَةِ الْوَاحِدَةِ مِنَ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، وَهُنَّ إِحْدَى عَشْرَةَ. قَالَ قُلْتُ لأَنَسٍ أَوَكَانَ يُطِيقُهُ قَالَ كُنَّا نَتَحَدَّثُ أَنَّهُ أُعْطِىَ قُوَّةَ ثَلاَثِينَ
Anas bin Malik bercerita, “Dulu Nabi saw menggilir istri-istri beliau dalam satu waktu baik siang atau malam hari, dan mereka berjumlah 11 orang (dalam riwayat lain: 9 orang). Rawi bertanya kepada Anas, “Apakah beliau mampu melakukannya?” Anas menjawab, “Kami dulu ada pembicaraan bahwa beliau diberi kekuatan 30 orang (dalam mengumpuli istri & pukulan atau kekuatan tangan).” HR Bukhari.
Siapa Ustadz Itu ?
Di kalangan orang Arab masa kini, kata “Ustadz” bermakna professor. Sementara pada masa dulu kala, setingkat Imam Bukhari dipanggil dengan Ustadz. Bahkan murid beliau, Imam Muslim, memanggilnya “Yâ Ustâdzal ustâdzîn”. (Lihat mukadimah Faidhul Qadir)
Gelar “ustadz” bukanlah gelar yang berdasarkan dalil syar’I, dan sekali-kali ustadz bukanlah orang ma’shum (terjaga dari salah dan dosa) seperti nabi. Sehingga sangat mungkin seorang ustadz terjatuh dalam kesalahan, baik salah dalam bersikap, berijtihad, berfatwa, berdakwah, dan lainnya. Adalah sangat batil bila diyakini bahwa seorang ustadz besar yang telah mencapai tingkat ‘wali Alloh’ tidak akan salah, dengan berdasarkan sabda Nabi saw bahwa Alloh Swt menjadi pendengaran, penglihatan, tangan, dan kaki bagi wali-Nya.
Tahukah Antum yâ ikhwânanâ …?
Sebagian orang terjerumus ambles dalam keyakinan batil ini, yaitu keyakinan bahwa ustadz besar tidak akan salah. Memang! Mereka tidak pernah mengatakan demikian. Tetapi sikap mereka terhadap fatwa-fatwa dan fiqih pilihan ustadz besar, berkali-kali menunjukkan keyakinan tersebut. “Lha wong Ustadz saja mengatakan begini, kok kamu mengatakan begitu?!” “Kamu itu siapa, kok punya fiqih yang beda dengan fiqih Ustadz?!”
Apa Beda Ustadz dan Ustadzah ?
Ustadz adalah isim mudzakar (laki-laki), sementara ustadzah adalah isim mu`annats (perempuan). Huruf ta` marbuthah (atau disebut huruf ha`) di akhir kata “ustadzah” adalah ta` tanda perempuan.
Namun bisa juga ta’ tersebut adalah ta' untuk mubalaghah (memperkuat arti), dan arti ustadzah adalah: ustadz yang sangat ustadz (dalam ilmunya). Sebagaimana kata al-‘Allâmah, adalah perempuan yang sangat berilmu, atau lelaki yang amat sangat berilmu.
Apa Beda Ustadz dan Nabi ?
1. Nabi adalah ma’shum (terjaga dari maksiat), sementara ustadz tidak.
2. Keputusan Nabi tidak boleh dikritisi, sementara keputusan ustadz BOLEH DIKRITISI.
3. Ludah Nabi wangi, sementara ludah ustadz “bau”.
4. Dan lain-lain, misalnya:
Keistewaan Nabi Saw .
« فُضِّلْتُ عَلَى الأَنْبِيَاءِ بِسِتٍّ أُعْطِيتُ جَوَامِعَ الْكَلِمِ وَنُصِرْتُ بِالرُّعْبِ وَأُحِلَّتْ لِىَ الْغَنَائِمُ وَجُعِلَتْ لِىَ الأَرْضُ طَهُورًا وَمَسْجِدًا وَأُرْسِلْتُ إِلَى الْخَلْقِ كَافَّةً وَخُتِمَ بِىَ النَّبِيُّونَ ».
“Aku diberi kelebihan di atas nabi-nabi lain dengan 6 hal: 1) Aku diberi jawami’ul kalim (ucapan ringkas padat). 2) Aku ditolong dengan perasaan takut (dalam hati kaum kafir). 3) Ghanimah dihalalkan bagiku. 4) Tanah dijadikan penyuci dan masjid bagiku. 5) Aku diutus kepada seluruh makhluk. 6) Para nabi ditutup dengan diriku.” HR Muslim dari hadits Abu Hirr ra.
Akhirul kalam, semoga kuteb ini membawa manfaat, mendapat curahan berkah dari Alloh Swt, dan tepat mengenai sasaran yang dibidik secara ikhlas dan niat baik ber-nashihah. (penulis: Akhunâ Ashâbi’)
0 komentar:
Posting Komentar